Sabtu 09 Apr 2022 04:50 WIB

TikTok Dijuluki 'Toko Permen' yang Perpendek Rentang Atensi Anak

Akses terhadap medsos, terutama TikTok, berpotensi memperpendek rentang atensi anak.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Logo aplikasi TikTok. Sebagian pengguna TikTok sukar mengendalikan kapan harus berhenti menonton. jenis Video pendek dan cepat yang kini kerap disimak anak-anak di TikTok menjadi penyebab mengapa mereka berjuang untuk berpartisipasi dalam kegiatan jangka panjang.
Foto: AP/Kiichiro Sato
Logo aplikasi TikTok. Sebagian pengguna TikTok sukar mengendalikan kapan harus berhenti menonton. jenis Video pendek dan cepat yang kini kerap disimak anak-anak di TikTok menjadi penyebab mengapa mereka berjuang untuk berpartisipasi dalam kegiatan jangka panjang.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Akses media sosial, terutama TikTok, kemungkinan bisa berdampak negatif pada rentang perhatian anak. Hal tersebut diungkap dalam laporan terkini di Wall Street Journal. TikTok dijuluki 'toko permen' yang memperpendek rentang atensi anak.

Makalah ini adalah salah satu dari beberapa penelitian yang menguji efek TikTok pada otak. Tim peneliti berusaha mencermati bagaimana video yang dipersonalisasi memengaruhi pusat penghargaan di otak. Dampaknya dibandingkan dengan video minat umum.

Baca Juga

Aktivitas yang membutuhkan perhatian berkelanjutan, seperti membaca dan mengerjakan soal matematika, menggunakan bagian otak yang sama. Area itu bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan kontrol impuls, yang dikenal sebagai korteks prefrontal.

TikTok, yang dikenal sebagai Douyin di pasar asalnya, memulai debut di China pada September 2016. Platform itu menjadi kanal berbagi video berdurasi pendek, terutama untuk sinkronisasi bibir dan video menari, serta menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh pada 2019.

Berdasarkan tinjauan peneliti, TikTok menggunakan algoritma untuk mempersonalisasi feed video tiap pengguna berdasarkan waktu menonton serta jenis video apa yang kerap disimak. Deretan video yang muncul di feed akan memiliki konten serupa.

Itu menjadi penyebab mengapa sebagian pengguna sukar mengendalikan kapan harus berhenti menonton. Pemindaian pencitraan resonansi magnetik (MRI) otak peserta studi yang menonton video dipersonalisasi itu terpantau sangat aktif pada bagian kecanduan.

Otak melepaskan neurotransmitter dopamine ketika mengantisipasi "hadiah". Aliran dopamin membuat seseorang menginginkan lebih, entah itu makanan lezat atau menyimak video TikTok yang viral.

"TikTok adalah mesin dopamin," ujar dokter anak sekaligus direktur di Pusat Penemuan Membaca & Literasi di Rumah Sakit Anak Cincinnati, John Hutton, dikutip dari laman Fox News, Jumat (8/4/2022).

Penelitian baru tersebut juga menunjukkan bahwa jenis video pendek dan cepat yang kini kerap disimak anak-anak di TikTok menjadi penyebab mengapa mereka berjuang untuk berpartisipasi dalam kegiatan jangka panjang. Itu ada kaitannya dengan apa yang disebut perhatian terarah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement