Senin 04 Apr 2022 14:00 WIB

Psikolog: Ibu Wajib Punya Me Time Minimal 30 Menit per Hari

'Me time' sangat penting bagi ibu dalam mempertahankan kesehatan mentalnya.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Membaca buku merupakan salah satu me time yang bisa dilakukan seorang ibu.
Foto: www.negativespace.com
Membaca buku merupakan salah satu me time yang bisa dilakukan seorang ibu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memiliki waktu untuk diri sendiri alias me time sangat penting bagi seorang ibu. Menurut psikolog keluarga Nafisa Alif, me time bisa membantu ibu mempertahankan kesehatan mentalnya.

Dalam pandangan Nafisa, seorang ibu wajib memiliki durasi me time sedikitnya 30 menit per hari. Untuk bisa mewujudkannya, ibu bisa menjadwalkan waktu khusus dan menitipkan anak pada keluarga.

Baca Juga

"Sampaikan secara asertif atau terbuka bahwa kita ingin menitipkan anak, misalnya selama satu jam. Agar tenang, siapkan keperluan anak sebelum me time," ujar Nafisa pada konferensi pers yang digelar Mama's Choice, belum lama ini.

Menurut Nafisa, seorang ibu tidak perlu merasa bersalah saat me time dan merasa 'meninggalkan' anak. Pasalnya, jika ibu memiliki kondisi mental yang baik, itu juga berdampak positif saat mengasuh anak.

Peningkatan kesadaran ibu untuk menjaga kesehatan mental patut menjadi perhatian. Dia menyoroti, di era normal saja sudah banyak hal yang memicu stres seorang ibu, terlebih di masa pandemi Covid-19.

Nafisa mengutip survei Populix pada 2021 yang mengungkap bahwa 91 persen ibu merasakan dampak pandemi. Kesulitan yang dialami di antaranya masalah keuangan (60 persen), terkait kesehatan diri dan keluarga (37 persen), serta kondisi anak sekolah daring (tiga persen).

Dalam pengamatan Nafisa, banyak pula ibu yang merasa terisolasi dan terbatasi lingkungannya lantaran harus selalu di rumah saja. Semua itu dapat memicu berbagai tekanan dan jika dibiarkan dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius.

"Menjadi ibu merupakan peran yang mulia, meski menjalaninya tidak mudah dengan banyak tantangan. Tanggung jawab yang besar ditambah tekanan akibat pandemi bisa menimbulkan stres," ungkap Nafisa. Dia menganjurkan untuk melakukan pencegahan dan penanganan stres supaya tidak berkelanjutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement