REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, perlu adanya regulasi yang mengatur pola pengasuhan anak dalam keluarga. "Sangat penting Indonesia memiliki regulasi yang memayungi berbagai cara mengasuh anak agar anak-anak seperti kasus di Cengkareng dapat terselamatkan," kata Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi KPAI Jasra Putra melalui siaran pers, Jumat (18/3/2022).
Ia mengatakan, hal ini juga menyusul terjadinya kasus penganiayaan asisten rumah tangga (ART) terhadap tiga balita di Cengkareng, Jakarta Barat. Menurut dia, penyerahan pengasuhan anak kepada pihak lain kerap dilakukan para orang tua dengan berbagai alasan, salah satunya karena bekerja.
Asisten rumah tangga yang didapat melalui jasa penyalur ART menjadi pihak yang diberikan tanggung jawab pengasuhan anak. Namun, pengasuhan ART kerap berakhir menjadi kasus, contohnya terjadinya tindak penganiayaan terhadap anak yang diasuh.
Dia menjelaskan, ketika terjadi kasus kekerasan terhadap anak yang diasuh, jaminan hukum, baik untuk keluarga maupun ART masih lemah. Jasra mengatakan, hal tersebut terjadi karena Indonesia belum mengakomodasi standardisasi tentang cara pengasuhan anak.
"Kita belum mengakomodir perkembangan cara mengasuh anak. Karena sangat beragam, tergantung kondisi keluarga, luasnya tempat tinggal, penghasilan dan lingkungan di sekitar anak," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya juga menilai perlu adanya Rancangan Undang-undang Asisten Rumah Tangga (RUU ART).
"Karena mengasuh adalah pekerjaan yang tidak mengenal waktu, ibaratnya bisa lebih dari 24 jam. Apalagi profesi ART yang lebih banyak adalah menjaga anak sehingga mereka dituntut menjadi pengasuh pengganti, yang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak mereka disebut pengganti orang tua, yang harus bisa menjalankan amanah selayak orang tuanya. Hal ini yang belum pernah terstandardisasi. Kita berharap Indonesia segera memiliki UU Pengasuhan Anak dan UU ART agar fenomena kekerasan anak dalam rumah tangga dapat dikurangi," katanya.