Jumat 11 Mar 2022 14:02 WIB

Penderita Hipertensi Paru Masih Bisa Berolahraga, Tapi ...

Penderita hipertensi paru perlu berhati-hati memilih jenis olahraganya.

Mengukur tekanan darah dengan tensimeter digital (ilustrasi). Penderita hipertensi paru dapat berolahraga, namun dengan intensitas ringan.
Foto: www.freepik.com.
Mengukur tekanan darah dengan tensimeter digital (ilustrasi). Penderita hipertensi paru dapat berolahraga, namun dengan intensitas ringan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penderita hipertensi paru tetap bisa berolahraga, namun dengan intensitas ringan. Jika diperlukan, penderita juga bisa meminta rekomendasi dari dokter jantung untuk mengetahui olahraga apa yang baik dilakukan.

"Masalah olahraga ada parameternya. Parameternya ada di dokter jantung, ada namanya dilakukan uji latih beban, dari situ nanti dihitung dan diresepkan yang bisa dikasih ke personal trainer atau rekomendasi latihan," ujar pakar kardiologi anak dan penyakit jantung bawaan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dr Radityo Prakoso dalam diskusi webinar dikutip pada Jumat (11/3/2022).

Baca Juga

Jika sulit untuk melakukan uji latih beban, penderita hipertensi paru bisa menghitung sendiri denyut nadinya. Menurut dr Radityo, denyut tersebut maksimium berada di angka 110 per menit.

"Intinya aktivitas ringan, kalau sudah 110 kita setop. Badan kita ini punya alarm kalau sudah lelah, stop harus istirahat. Jangan digeber terus," kata dr Radityo yang merupakan presiden terpilih Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) tahun 2019-2022 ini.

 

Tujuan dari olahraga adalah untuk membuat kondisi tubuh pasien tetap bugar. Sebab, tidak sedikit pasien hipertensi paru yang memiliki komorbid obesitas.

Dr Radityo menjelaskan, tidak ada gejala yang khas pada hipertensi paru. Mengorok saat tidur pada orang bertubuh gemuk merupakan salah satu indikasinya.

"Penyebab kegemukan ini berhubungan dengan hipertensi paru, berkaitan dengan paru obstruktif. Kalau tidur dia ngorok. Yang bagus itu tidak ngorok. Apalagi ngorok berhenti-berhenti, itu sangat tidak baik dan sebabkan secondary pulmonary hypertension," kata dr Radityo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement