Selasa 01 Mar 2022 20:17 WIB

Perasaan Harus Bahagia Termasuk Toxic Positivity: Efeknya Buruk Bagi Kondisi Psikologis

Tekanan untuk selalu merasa bahagia berefek buruk pada kondisi psikologis seseorang.

Senyum (ilustrasi). Tekanan masyarakat untuk mengejar kebahagiaan ironisnya memiliki efek buruk pada kesejahteraan psikologis.
Foto: ANTARA
Senyum (ilustrasi). Tekanan masyarakat untuk mengejar kebahagiaan ironisnya memiliki efek buruk pada kesejahteraan psikologis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru menyatakan bahwa tekanan untuk selalu merasa bahagia memiliki efek yang buruk pada kesejahteraan psikologis seseorang. Istilah toxic positivity atau kondisi yang memaksa seseorang untuk berusaha dan berpikir positif dalam keadaan apapun, belakang lebih sering dibicarakan khususnya selama pandemi Covid-19.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di Tilburg University di Belanda menyatakan bahwa tekanan masyarakat untuk mengejar kebahagiaan ironisnya memiliki efek buruk pada kesejahteraan psikologis. Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang mendapat skor tinggi pada Indeks Kebahagiaan Dunia (World Happiness Index), dan memiliki standar kebahagiaan yang lebih tinggi.

Baca Juga

"Ada hubungan yang kuat antara perasaan perlu bahagia dan sejauh mana orang benar-benar mengalami perasaan seperti kesedihan, kesuraman, kelelahan atau kecemasan," tulis penelitian tersebut dilansir Indian Express, Senin (28/2/2022).

Penelitian lintas budaya ini dilakukan dengan lebih dari 7.400 peserta di 40 negara. Menguraikan hubungan antara tekanan masyarakat untuk bahagia dan kesejahteraan psikologis.

Studi tersebut mengamati bahwa di Belanda (urutan kelima dalam WHI 2021), hubungan antara tekanan untuk bahagia dan kesejahteraan psikologis untuk sebagian besar indikator sekitar dua kali lebih kuat. Itu jika dibandingkan dengan Uganda atau Ukraina (menempati 119 dan 110 dalam WHI 2021).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement