Ahad 20 Feb 2022 13:04 WIB

Mengenal Fatigue atau Kelelahan Berat pada Pasien Kanker Anak

Salah satu upaya mengurangi fatigue adalah dengan beraktivitas fisik.

Badut menghibur pasien kanker anak. Anak penderita kanker sangat mungkin mengalami kelelahan berat atau fatigue.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Badut menghibur pasien kanker anak. Anak penderita kanker sangat mungkin mengalami kelelahan berat atau fatigue.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelelahan sangat berat dan menyebabkan stres, dengan sifat yang menetap atau fatigue menjadi salah satu masalah yang dapat dialami pasien kanker khususnya anak-anak. Kondisi yang bersumber dari pengalaman fisik, emosi dan kognitif terhadap terapi kanker maupun penyakit kanker itu sendiri mengakibatkan pasien tidak bisa berfungsi seperti biasanya.

Hal ini sebenarnya bisa dikurangi, salah satunya meminta pasien melakukan aktivitas fisik baik di rumah sakit maupun saat dia berada di rumah. Menurut Pengurus Pusat Ikatan Perawat Anak Indonesia (IPANI) Dr. Allenidekania, S.Kp, M.Sc, aktivitas fisik dapat menurunkan fatigue, inflamasi, meningkatkan kekuatan dan massa otot, meningkatkan kemampuan fungsi dan kesehatan mental.

Baca Juga

Bentuk aktivitas yang disarankan beragam seperti olahraga ringan, senam, yoga, perawatan diri, bersepeda, berenang atau hobi lain. Yoga membantu menurunkan kecemasan dan kelelahan. Meditasi sebagai salah satu karakteristik yoga berupa gerakan yang lembut dan tenang bisa mengurangi kelelahan.

Selain itu, aerobic exercise meningkatkan kebugaran fisik dan menurunkan kelelahan. "Bergerak meningkatkan peredaran darah. Riset mahasiswa di Universitas Indonesia, anak yang lebih aktif cenderung tidak fatigue dan korelasinya cukup tinggi," kata Allenidekania yang juga menjadi pengajar di Departemen Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia itu dalam sebuah webinar kesehatan, Sabtu (19/2/2022).

Fatigue umumnya tak terlihat secara fisik, tetapi dapat diamati dari aktivitas, kemampuan mental, motivasi, gairah hidup pasien. Anak-anak yang mengalami fatigue ketika ditanya biasanya menjawab, "Tidak dapat melakukan seperti dulu lagi", "Saya merasa beda", "Tidak mampu melakukan aktivitas rutin", "Butuh banyak istirahat atau tidur", "Merasa sedih, merasa bersalah".

Pada anak yang sudah dalam kondisi fatigue moderate, untuk melakukan pekerjaan ringan saja sudah mengeluarkan banyak keringat dan membutuhkan oksigen yang besar, dan terengah-engah. Sementara pada anak yang sudah merasa sangat lemah, biasanya banyak berbaring, tidak pindah-pindah atau cenderung melakukan aktivitas sedenter.

Riset menunjukkan, prevalensi fatigue pada anak dengan kanker rerata di atas 40 persen. Sebuah studi menunjukkan anak-anak dan remaja di Amerika dengan kanker 45 persennya mengalami masalah tidur, 50-70 persen mengalami fatigue. Sementara di Indonesia, sekitar 44,2-85 persen anak dilaporkan terkena kondisi fatigue.

Penyebab fatigue multifaktor antara lain akibat penyakit kanker itu sendiri, terapi anti-kanker seperti kemoterapi, radioterapi maupun pembedahan, penyakit komorbid termasuk obesitas dan kondisi psikologis anak. Pasien yang mendapatkan perawatan terapi lebih dari tiga hari dilaporkan mengalami fatigue empat kali lipat. Hal ini karena efek kemoterapi sangat masif.

Teori meyakini fatigue bisa terjadi sebelum terapi. Ini menjadi reaksi inflamasi dari pertumbuhan sel kanker sehingga terbentuk sitokin sebagai respon inflamasi yang ditandai peningkatan IL-6 dan TNF-apha.

Fatigue juga bisa terjadi selama terapi, terlihat dari efek kemoterapi, radioterapi yang meningkatkan produksi sitokin sebagai respons kerusakan jaringan dari kemoterapi dan radioterapi.Kondisi kelelahan berat juga dapat dirasakan pasien setelah terapi. Data memperlihatkan, fatigue ditemukan pada 23 persen pasien yang telah menyelesaikan terapi anti-kanker.

Menurut Allenidekania, fatigue bisa menjadi prediktor rendahnya angka survival pada pasien kanker, cepatnya pasien masuk ke kondisi paliatif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement