Lisda mengatakan bahwa eksploitasi ekonomi tidak hanya dalam bentuk pekerja anak, yang melibatkan jalur produksi, distribusi, konsumsi barang dan jasa dengan pihak lain mengambil keuntungan. Terdapat juga potensi bagaimana pengembangan minat dan bakat anak menjadi eksploitasi.
"Bisa iya, bisa tidak. Tapi dalam berbagai diskusi berbagai literatur mengatakan punya potensi yang besar terjadinya eksploitasi," kata pendiri organisasi yang bertujuan memberikan perlindungan kepada anak-anak Indonesia itu.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak terdapat beberapa unsur yang harus diamati, yaitu tindakan yang dilakukan dengan atau tanpa persetujuan anak. Secara khusus, Lisda menyoroti bahwa adanya persetujuan anak tidak berarti bukan merupakan eksploitasi ekonomi, karena anak belum memiliki kemampuan mengantisipasi risiko yang besar.
Unsur kedua adalah tindakan yang melanggar hukum. Di samping itu, ada unsur memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak untuk mendapatkan keuntungan.
"Ketiga prinsip ini sebenarnya sudah bisa menjadi semacam guideline bagi kita apakah in ini eksploitasi atau tidak," jelasnya.