REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian baru menemukan bahwa wanita, ketika dioperasi oleh seorang profesional kesehatan pria, lebih mungkin mengalami masalah pasca-operasi dibandingkan jika ditangani oleh seorang wanita. Studi terhadap 1,3 juta pasien yang melibatkan hampir 3.000 ahli bedah menyimpulkan bahwa wanita 15 persen lebih mungkin mengalami hasil operasi buruk dan berisiko 32 persen lebih tinggi meninggal dalam waktu 30 hari setelah operasi.
“Hasil ini memiliki konsekuensi medis dunia nyata untuk pasien wanita dan memanifestasikan dirinya dalam lebih banyak komplikasi, masuk kembali ke rumah sakit, dan kematian untuk wanita dibandingkan dengan pria,” kata seorang ahli epidemiologi klinis di University of Toronto di Kanada, Angela Jerath dilansir di Metro.co.uk, Kamis (6/1/2022).
Jerath ikut menulis dari studi yang diterbitkan dalam jurnal medis JAMA Surgery. Jerath menjelaskan, tim peneliti menunjukkan bahwa makalahnya telah mengecewakan beberapa pasien wanita. Dia menganggap, hasil studi ini mengkhawatirkan, karena seharusnya tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam hasil pasien, terlepas dari jenis kelamin ahli bedah.
Studi menunjukkan bahwa ketika ahli bedah wanita melakukan tindakan operasi, maka hasil pasien umumnya lebih baik. Penelitian ini berlangsung selama 12 tahun di Ontario, Kanada, pada berbagai prosedur bedah, yang ditingkatkan hingga operasi otak.
Pasien laki-laki di meja operasi tampaknya memiliki hasil keberhasilan yang sama, terlepas dari apakah ahli bedah mereka adalah laki-laki atau perempuan. Tidak ada perbedaan hasil antara pasien pria dan wanita yang ditemukan ketika wanita melakukan prosedur.
“Ada beberapa ahli bedah pria yang sangat baik yang secara konsisten memiliki hasil yang baik, (tetapi) yang mengkhawatirkan adalah analisis ini menunjukkan beberapa perbedaan nyata antara ahli bedah pria dan wanita secara keseluruhan, di mana praktik dapat berdampak pada hasil pasien secara umum,” ujar Jerath.
Studi ini diklaim sebagai yang pertama dari jenisnya. Satu jenis operasi spesifik yang diteliti, yaitu operasi kardiotoraks, yang menemukan 1,4 persen wanita dengan ahli bedah pria meninggal. Kurang dari 1 persen melakukannya dengan ahli bedah wanita. Statistik serupa ditemukan di 21 jenis operasi lainnya. Angka keseluruhan menunjukkan pasien wanita yang dioperasi oleh pria 16 persen lebih mungkin mengalami komplikasi dan 20 persen lebih mungkin membutuhkan rawat inap lebih lama.
Pendidikan medis antarjenis kelamin itu sama, jadi ini menyiratkan ada perbedaan antara gaya kerja, pengambilan keputusan, dan penilaian dokter pria dan wanita. Di Inggris, pembedahan masih didominasi laki-laki dalam hal penempatan staf, yaitu 86 persen konsultan ahli bedah senior.