Kamis 06 Jan 2022 15:28 WIB

Bahaya Merawat Spirit Doll Sungguh-Sungguh Layaknya Membesarkan Bayi

Jangan sampai merawat spirit doll bikin sulit kembali ke kondisi rasional-realistis.

Rep: Dadang Kurnia, Kiki Sakinah/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi spirit doll (boneka arwah). Ketika seseorang menganggap boneka tersebut hidup dan percaya bahwa bonekanya akan bertumbuh besar, maka hal itu telah keluar dari batas akal sehat.
Foto: Pixabay
Ilustrasi spirit doll (boneka arwah). Ketika seseorang menganggap boneka tersebut hidup dan percaya bahwa bonekanya akan bertumbuh besar, maka hal itu telah keluar dari batas akal sehat.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tak seperti memperlakukan boneka biasa, sejumlah orang ada yang merawat spirit doll dengan sungguh-sungguh layaknya membesarkan bayi. Di samping itu, ada harapan dan keyakinan tertentu yang mengiringi keputusan mereka mengadopsi boneka arwah tersebut.

Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Nurul Hartini melihat fenomena yang dipopulerkan oleh sejumlah selebritas tersebut sebagai hal yang perlu menjadi perhatian karena dapat mengarah kepada perilaku yang tidak wajar. Menurut Nurul, ketika seseorang menganggap boneka tersebut hidup dan percaya bahwa bonekanya akan bertumbuh besar, maka hal itu telah keluar dari batas akal sehat.

Baca Juga

"Perilaku tersebut menjadi keanehan tersendiri yang disebabkan oleh berbagai faktor," ujar Nurul, Rabu (6/1).

Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab orang melakukannya ialah mengikuti tren di kalangan selebritas. Padahal, menurut Nurul, bisa jadi para selebritas tersebut hanya mencari sensasi agar popularitasnya naik.

Nurul mengatakan, segala sesuatu tetap harus ada batasnya. Dengan begitu, apa yang dilakukan tidak merugikan kesehatan mental.

Menurut Nurul, kondisi kesehatan mental seseorang dapat terdampak apabila perilaku tersebut dibiarkan terjadi secara terus-menerus. Jika ketidakwajaran itu tidak segera dihentikan, maka berisiko pada keadaan psikopatologinya yang meliputi ketidakstabilan fungsi kejiwaan seperti indra, kognisi, dan emosi.

"Segala kondisi berisiko harus ditangani sedini mungkin agar tidak semakin sulit untuk mengembalikan kepada kondisi yang rasional dan realistis," ujar Nurul.

Sejatinya, bagi sebagian orang, boneka dapat menjadi strategi pemulihan mental atau coping stress. Ketika kehilangan anaknya, misalnya, maka boneka dapat menjadi terapi psikologis.

"Secara psikologis, boneka juga bisa menjadi sarana penyegaran pikiran bagi individu, selama tidak berlebihan dan harus tetap di bawah pendampingan dari psikolog atau psikiater," kata Nurul.

Terlepas dari manfaat tersebut, Nurul mengingatkan bahwa sejatinya boneka hanyalah benda mati. Boneka hanyalah benda yang tidak memiliki hal-hal khusus, kecuali hanya pengaruh dari perlakuan sang pemilik.

Melampaui batas kewajaran

Ketika mendapati seseorang memperlakukan boneka secara berlebihan, bantulah dengan mencari tahu alasannya. Andaikan itu cenderung mengarahkannya kepada perilaku negatif yang melampaui batas kewajaran, maka harus ada tindakan untuk menghentikannya.

Dengan begitu, pelaku tidak terjebak pada situasi yang kurang sehat, baik secara psikologis maupun fisik. Nurul mengatakan, orang yang mungkin dekat dengan individu yang berperilaku di luar batas tersebut memiliki kewajiban untuk membantu.

"Tanyakan dulu penyebab mereka bertindak demikian, selagi jawabannya masih rasional, ya tidak apa-apa," ujarnya.

Lain halnya ketika ketidakwajaran semakin jelas terlihat, yakni pelaku benar-benar menganggap boneka tersebut hidup. Mereka perlu mendapatkan nasihat bahwa perilakunya mulai mengkhawatirkan.

Bagaimana jika tidak ada perubahan? Nurul merekomendasikan agar orang terdekat mengarahkan pelaku untuk datang ke psikolog atau psikiater.

"Kuncinya adalah rasional, realistis, dan proporsional. Selama tiga hal itu terpenuhi, maka kita senantiasa objektif dalam memikirkan, merasakan, dan melakukan segala hal," ujar Nurul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement