Jumat 31 Dec 2021 06:05 WIB

Kanker Ovarium Kemungkinan Besar Bisa Dideteksi Lebih Awal

Peneliti kembangkan cara baru untuk mendeteksi kanker ovarium lebih awal.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Peneliti kembangkan cara baru untuk mendeteksi kanker ovarium lebih awal (Foto: ilustrasi)
Foto: www.freepik.com.
Peneliti kembangkan cara baru untuk mendeteksi kanker ovarium lebih awal (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Para peneliti mengembangkan cara baru untuk mendeteksi kanker ovarium lebih awal. Inovasi tersebut meningkatkan peluang kesembuhan bagi perempuan yang mengidap penyakit mengancam jiwa.

Studi baru yang terbit pada 28 Desember 2021 di jurnal Cell Reports meneliti model jaringan tuba fallopi. Para ilmuwan menggunakan sel punca yang dibuat dari sampel darah dengan mutasi BRCA dan kanker ovarium.

Baca Juga

Petunjuk pertama adanya kanker ovarium di jaringan tuba falopi disebut organoid. Jaringan inilah yang diyakini bakal membantu dokter memprediksi kanker ovarium hingga bertahun-tahun sebelum kanker berkembang.

Kanker ovarium adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat (di ranah kanker ginekologi). Sebagian karena gejalanya biasanya tidak kentara dan sebagian besar tumor tidak terdeteksi hingga menyebar ke luar ovarium.

Perempuan dengan mutasi genetik pada gen BRCA-1 memiliki risiko kanker ovarium seumur hidup sebesar 35 persen hingga 70 persen. Sementara, populasi umum memiliki risiko mengidap kanker tersebut sebesar dua persen.

Itu sebabnya sebagian perempuan yang diketahui memiliki mutasi genetik tersebut memilih untuk mengangkat payudara, ovarium, dan/atau saluran tuba melalui pembedahan. Hal demikian biasanya dilakukan untuk menghindari diagnosis kanker.

Salah satu peneliti, Clive Svendsen, menjelaskan bahwa data dari penelitian menunjukkan bahwa kanker ovarium pada pasien dimulai dengan lesi kanker di lapisan tuba falopi. Apabila terus didalami, kemungkinan besar tim bisa menemukan langkah pencegahan.

"Jika kami dapat mendeteksi kelainan ini sejak awal, kami mungkin dapat menghentikan kanker ovarium," ujar Svendsen yang juga menjabat sebagai direktur eksekutif Dewan Gubernur Institut Kedokteran Regeneratif Cedars-Sinai Medical Center di Los Angeles, Amerika Serikat.

Penulis utama studi, Nur Yucer, terkejut menemukan beberapa patologi seluler yang konsisten dengan perkembangan kanker hanya pada organoid dari pasien dengan BRCA-1. "Organoid yang berasal dari perempuan dengan kanker ovarium paling agresif menunjukkan patologi organoid yang paling parah," kata ilmuwan proyek di lab Svendsen itu.

Pemodelan menunjukkan bagaimana kanker ovarium berkembang di saluran tuba perempuan dengan mutasi BRCA-1. Setiap organoid adalah "kembaran" dari lapisan tuba falopi karena membawa gen orang yang memberikan sampel darah.

Temuan berpotensi dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu obat dapat bekerja melawan penyakit pada seseorang. Keunggulannya, tidak perlu terlebih dahulu memaparkan orang tersebut pada obat.

Direktur Burns and Allen Research Institute di Cedars-Sinai, Jeffrey Golden, berpendapat bahwa temuan tersebut suatu hari nanti memungkinkan peneliti memberikan deteksi dini kanker ovarium yang menyelamatkan nyawa. "Menciptakan pencegahan individual yang efektif dan, jika perlu, strategi pengobatan," ungkap Golden, dikutip dari laman US News, Jumat (31/12).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement