REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menargetkan 1,8-3,6 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada 2022. Kemenparekraf mengusung konsep pariwisata berkualitas dan berkelanjutan di tengah situasi pandemi Covid-19.
Pada 2020, jumlah wisman ke Indonesia mencapai angka 4,05 juta orang dan menurun pada 2021 menjadi 1,5 juta orang. "Jumlah wisman ini dulu menjadi jumlah yang selalu kami kejar dari segi angka, tapi kali kami fokuskan di pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Sedangkan, wisatawan Nusantara yang menjadi andalan dengan target 260-280 juta pergerakan dan nilai tambah ekonomi kreatif mencapai Rp 1.236 triliun," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (28/12).
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf Kurleni Ukar menyatakan pihaknya telah bersepakat dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk tak memasang target kunjungan wisman yang tinggi. Meskipun begitu, dia menyatakan adanya berbagai kegiatan internasional di Indonesia diharapkan akan meningkatkan devisa bagi negara.
Selain itu, lanjutnya, potensi pasar destinasi wisata yang memungkinkan wisman untuk datang ke Indonesia ialah Bali dengan turis dari beberapa negara seperti Australia, India, dan Jepang. Sementara, untuk Batam dan Bintang didominasi oleh wisatawan asal Malaysia dan Singapura.
Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf, Nia Niscaya, mengatakan bahwa originasi wisman yang disasar Indonesia sangat dinamis, lantaran sesuai koordinasi dengan Kementerian Kesehatan yang harus mempertimbangankan kasus Covid-19 di negara yang disasar. "Dinamis sekali untuk originasi wisatawan dan juga returning home policy-nya. Karena kalau returning home policy berbelit-belit, itu yang membuat wisatawan malas untuk meninggalkan negaranya," jelasnya.
Nia menyebut, Indonesia masih menjadi pilihan utama bagi wisatawan yang ingin berwisata menimbang banyaknya volume wisatawan di mesin pencarian. "Namun sayangnya, data-data yang sangat kuat saat ini dari search volume yang tinggi itu, justru omicron sedang tinggi. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan nanti kita menetapkan fokus pasar harus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan," kata dia.