Senin 13 Dec 2021 06:19 WIB

Ilmuwan AS: Tak Dianggap Serius, Omicron Dapat Sebabkan Pandemi 2.0

Ilmuwan AS ingatkan untuk tak sepelekan omicron meski gejala penyakitnya tak parah.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
 Seorang petugas pom bensin berdiri di samping tajuk berita utama surat kabar di Pretoria, Afrika Selatan, Sabtu, 27 November 2021. Banyak orang tampaknya tak menganggap serius varian omicron karena dianggap tidak berbahaya mengingat gejalanya yang cenderung ringan.
Foto:

Akhir pandemi

Varian omicron yang pertama kali terindentifkasi di Afrika Selatan itu memiliki tingkat penularan yang tinggi. Meski demikian, gejala yang ditimbulkan akibat omicron lebih ringan hingga jarang membuat orang yang terinfeksi mengalami sakit kritis. 

photo
Gejala Ringan tak Lazim Pasien Omicron - (Infografis Republika.co.id)

Mungkinkah itu kabar baik untuk dunia? Beberapa ahli penyakit menular mengatakan, untuk saat ini, belum cukup banyak informasi yang diketahui tentang omicron, yaitu apakah inilah yang akan mengakhiri pandemi, sehingga mereka meminta semua orang untuk tetap berhati-hati.

Sejak awal pandemi Covid-19 melanda dunia, ahli epidemiologi telah memikirkan kemungkinan SARS-CoV-2 pada akhirnya dapat bermutasi menjadi varian yang lebih jinak, terus menyebar, namun mengakibatkan lebih sedikit orang meninggal. Mereka memperkirakan itu adalah jalan keluar dari pandemi.

Itulah yang dulu terjadi pada virus influenza H1N1. Insiden tersebut mungkin menjelaskan asal mula selesma, penyakit infeksi virus corona yang oleh beberapa ahli virologi dikaitkan dengan pandemi Flu Rusia yang mematikan pada akhir abad ke-19.

Indikasi awal dari Afrika Selatan, omicron tampaknya telah menggantikan delta sebagai strain dominan. Ini menjadi salah satu hal yang ditunggu para ahli, karena mereka melihat tanda-tanda bahwa varian ini kurang ganas.

"Kami belum tahu, tetapi ada beberapa petunjuk bahwa omicron mungkin kurang ganas. Meskipun saat ini agak menegangkan, itu mungkin menguntungkan," ujar ahli epidemiologi University of Melbourne di Australia, Tony Blakely, dilansir Sydney Morning Herald, Rabu (1/12).

Masyarakat global tentu mengkhawatirkan omicron. Dulu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengklasifikasikan delta sebagai varian yang mengkhawatirkan, namun status omicron diangkat ke level yang sama hanya dua hari setelah kasus pertama dikonfirmasi.

Sementara itu, Celine Gounder, seorang ahli epidemiologi dan spesialis penyakit menular di Bellevue Hospital Center, New York City, Amerika Serikat belum lama ini mengungkap bahwa akhir pandemi yang masih lama. Kepada The New York Times, dia mengatakan bahwa meskipun angka kematian dan rawat inap tidak sebanyak tahun lalu, namun dunia belum sepenuhnya akan segera kembali normal sampai beberapa tahun berikutnya.

Meskipun vaksinasi semakin gencar, pandemi nyatanya diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Estimasi ini terutama disebabkan oleh strain delta baru yang lebih menular dan musim sekolah yang kembali tatap muka.

"Banyak sekolah di seluruh negeri tidak menganggap ini serius tahun ini. Jadi Anda akan melihat transmisi dari sekolah kembali ke masyarakat," kata kata Dr Gounder kepada The Times, dilansir Senin (6/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement