Tolak sensor
Arab Saudi sebelumnya telah menyensor banyak film atas dasar isu-isu yang berkaitan dengan LGBTQ yang memang ilegal di negara tersebut. Perilisan Eternals dari Marvel yang menampilkan karakter adiwira gay belum lama ini juga diblokir di sana.
Selain dilarang di Saudi, Eternals juga tak ditayangkan di Qatar, Kuwait, Bahrain, dan Oman. Negara-negara tersebut melarang penayangan Eternals karena pihak Marvel menolak sensor.
Film yang dibintangi oleh Angelina Jolie dan Salma Hayek itu semula akan ditayangkan di negara-negara Timur Tengah pada 11 November 2021. Di wilayah Timur Tengah, hanya negara Uni Emirat Arab, Yordania, Lebanon, dan Mesir yang tetap menayangkan Eternals.
Masalah penyensoran ini ada kaitannya dengan adegan seks Gemma Chan dan Richard serta adegan ciuman sesama jenis yang ada dalam film. Dalam Eternals, Brian Tyree Henry yang berperan sebagai Phastos, seorang karakter gay, mencium pasangannya saat mereka takut dunia akan berakhir.
"Itu bukan cuma ciuman fisik. Mereka punya perasaan yang kuat satu sama lain dan tidak takut menunjukkannya," kata sutradara Eternals, Chloe Zhao.
Sumber Deadline mengungkapkan bahwa petinggi Disney dan Marvel menolak semua sensor yang diajukan oleh Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain, dan Oman. Hal ini membuat sertifikat distribusi di negara-negara tersebut tidak dikeluarkan.
Seperti dilansir Ace Showbiz, Eternals akan tetap dirilis di Uni Emirat Arab, Yordania, Lebanon, dan Mesir. Akan tetapi, semua adegan intim dalam film tersebut akan dipotong dan tak ditayangkan.
Di Singapura, Eternals tayang dengan klasifikasi penonton M18. Sementara itu, di Indonesia, Eternals tayang untuk penonton berusia 13 tahun ke atas.
"LSF mengapresiasi sutradara dan produser film Marvel karena untuk penayangannya, mereka telah menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia," ujar Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto, saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (6/11).
Menurut Rommy, penyesuaian tersebut merupakan bentuk pemahaman dan kesadaran yang baik dari dunia industri perfilman internasional. Ia menyebut, film yang diputar di Indonesia harus memandang pasar dan regulasi yang berlaku.