REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasanya sudah menjadi rahasia umum bahwa seorang nenek sangat menyayangi cucu-cucunya. Sekarang, untuk pertama kalinya, para ilmuwan melakukan studi khusus dengan memindai otak nenek saat mereka melihat foto para cucu saat masih kecil, untuk memberikan gambaran saraf dari ikatan istimewa di antara mereka.
Studi yang diterbitkan dalam Proceedings of the Royal Society B ini dianalisa oleh para peneliti dari Emory University. Merujuk data-data yang dihasilkan dari studi, ditemukan bahwa ada semacam emotional empathy yang muncul dari pemindaian otak nenek. James Rilling, penulis utama studi sekaligus profesor antropologi di Emory University, menjelaskan emotional empathy atau empati adalah kemampuan nenek untuk merasakan apa yang dirasakan cucu ketika mereka sedang berinteraksi.
“Jika cucu mereka tersenyum, nenek juga akan merasakan kegembiraan anak itu. Dan jika cucu menangis, mereka bisa merasakan sakit dan kesusahan dari sang cucu,” kata Rilling seperti dilansir dari Neuro Science News, Jumat (19/11).
Sebaliknya, penelitian menemukan bahwa ketika nenek melihat foto cucu mereka yang sudah beranjak dewasa, muncul empati kognitif. Itu menunjukkan bahwa nenek mungkin mencoba memahami secara kognitif apa yang dipikirkan atau dirasakan sang cucu, meski tidak sebesar dari sisi emosional.
“Anak kecil itu masih mengembangkan karakter emosional yang bisa memanipulasi otak orang dewasa. Sementara anak yang sudah besar, tidak memiliki faktor lucu atau menggemaskan seperti halnya dia saat kecil. Jadi saat dewasa, mereka mungkin tidak memunculkan respons emosional yang sama,” kata Rilling,
Rekan penulis studi, Minwoo Lee, kemudian menghubungkan penelitian ini dengan pengalamannya secara pribadi. Lee yang telah menghabiskan banyak waktu untuk berinteraksi dengan kedua neneknya, masih ingat betul bagaimana kasih sayang dan keramahan kedua neneknya.
“Sebagai seorang anak, saya tidak benar-benar mengerti mengapa,” kata Lee.
Dia menambahkan, sangatlah jarang bagi para ilmuwan untuk mempelajari otak manusia seorang nenek di luar masalah demensia atau gangguan penuaan lainnya. Untuk studi ini, para peneliti melibatkan 50 peserta yang diberikan kuesioner tentang pengalaman mereka menjadi seorang nenek, dengan memberikan perincian seperti berapa banyak waktu yang dihabiskan bersama cucu, kegiatan apa yang sering dilakukan, dan seberapa besar kasih sayang yang dirasakan terhadap cucu.
Para peneliti ingin memahami otak nenek dan bagaimana hal itu dapat berdampak pada kesejahteraan dirinya dan keluarga. Peserta juga menjalani pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk mengukur fungsi otak saat mereka melihat foto cucu dan orang tuanua, serta balita bukan cucu dan orang tuanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika melihat foto cucu mereka, sebagian besar peserta (nenek) menunjukkan lebih banyak aktivitas di area otak yang terkait dengan empati dan gerakan emosional, dibandingkan saat mereka melihat foto lainnya. Dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh lab Rilling tentang ayah yang melihat foto anak mereka, emosional dan empati yang diaktivasi dari jaringan otak nenek jauh lebih kuat ketika melihat foto cucu mereka.
“Hasil kami menambah bukti bahwa tampaknya ada sistem pengasuhan di otak, dan respon nenek terhadap cucu bisa memetakannya,” kata Rilling.
Laboratorium Rilling sendiri berfokus pada basis saraf dari kognisi dan perilaku sosial manusia.