Jumat 12 Nov 2021 05:18 WIB

Jenis atau Jumlah Lemak, Mana yang Pengaruhi Risiko Strok?

Mengonsumsi lemak dalam jumlah tinggi sering dikaitkan dengan strok.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Mengonsumsi lemak dalam jumlah tinggi sering dikaitkan dengan strok.
Foto: Pixabay
Mengonsumsi lemak dalam jumlah tinggi sering dikaitkan dengan strok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengonsumsi lemak dalam jumlah yang tinggi kerap dikaitkan dengan risiko strok. Akan tetapi, studi terbaru menunjukkan bahwa jenis lemak yang dikonsumsi memiliki peranan lebih besar dalam mempengaruhi risiko strok.

Menurut studi yang dipresentasikan pada American Heart Association Scientific Sessions 202, lemak hewani berkaitan dengan risiko strok yang lebih tinggi. Sebaliknya, asupan lemak nabati berkaitan dengan risiko strok yang lebih rendah.

Baca Juga

"Bila semua orang bisa membuat perubahan kecil, seperti mengurangi konsumsi daging merah dan olahan, dampaknya terhadap kesehatan masyarakat akan sangat besar," ungkap ketua tim peneliti dari Harvard TH Chan School of Public Health Fenglei Wang seperti dilansir NBC News, Jumat (12/11).

Berdasarkan studi terbaru ini, konsumsi lemak nabati yang tinggi berkaitan dengan risiko strok iskemik 12 persen lebih rendah. Strok iskemik merupakan strok yang terjadi karena aliran darah ke otak tersumbat oleh gumpalan darah. Hampir 90 persen kasus strok merupakan strok iskemik.

Jenis strok lainnya adalah strok hemoragik. Strok hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah.

Beberapa studi sebelumnya memiliki kesimpulan beragam mengenai dampak minyak kelapa sawit dan minyak kelapa terhadap kesehatan kardiovaskular. Berdasarkan hal ini, peneliti lebih merekomendasikan lemak nabati berupa minyak sayur non tropis, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, atau minyak kedelai.

Studi ini juga menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi lemak hewani dapat memberikan dampak positif terhadap kedua jenis strok. Partisipan dalam studi yang mengurangi konsumsi lemak hewani memiliki risiko strok 16 persen lebih rendah dibandingkan partisipan yang banyak mengonsumsi lemak hewani, seperti daging olahan dan daging merah.

"Studi ini sesuai dengan ilmu gizi sebelumnya yang menunjukkan bahwa kita seharusnya menjalani diet yang didominasi makanan nabati," ujar direktor pencegahan kardiovaskular dari Minneapolis Heart Institute Dr Michael Miedema.

Temuan ini bukan berarti bahwa semua orang harus benar-benar menjauhi daging dan menjalani diet vegan. Daging tetap boleh dikonsumsi. Akan tetapi, akan lebih baik bila ada waktu-waktu tertentu di mana asupan hewani diganti dengan asupan nabati.

"Bahkan meski hanya mengganti satu porsi makan daging merah dalam sepekan dengan makanan vegetarian non olahan akan baik bagi kesehatan kardiovaskular," jelas ahli gizi dari Knight Cardiovascular Institute di Oregon Health and Science University Tracy Severson.

Perlu disadari pula bahwa makanan bukan satu-satunya faktor risiko strok. Strok juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko lain seperti kebiasaan merokok, riwayat diabetes, obesitas, atau kurang bergerak.

Baca juga : Jenis Makanan yang Bikin Orang Lapar Sepanjang Waktu

"Tetapi pola makan dan olahraga mempengaruhi faktor-faktor risiko lain juga, termasuk obesitas, diabetes tipe 2, dan kolesterol," ungkap Dr Miedema.

Oleh karena itu, Dr Miedema mengatakan kebiasaan gaya hidup selalu menjadi dasar dari pencegahan kejadian dan penyakit kardiovaskular. Hal ini termasuk strok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement