Selain pengalaman itu, pemandangan yang juga saya incar adalah sudut pandang satu bingkai yang memperlihatkan puncak Gunung Fuji yang bersalut salju, Heiwa-no-torii yang berwarna merah cerah, dan permukaan air danau yang bergerak tenang. Beruntung, hari itu semesta mendukung. Ketiga objek itu dapat dinikmati sekaligus dengan jelas.
Dengan segala ketenangan alam yang nyaris tanpa suara riuh rendah manusia dan bunyi damat kendaraan, Danau Hakone memang layak menjadi tempat pelarian. Sejak Era Meiji (1868--1912), Hakone kerap menjadi tempat pelarian bagi mereka yang suntuk dengan suasana kota yang panas.
Saat mengalami keseruan menyusuri danau dengan kapal ala perompak ini, pikiran saya tertarik ke Danau Toba. Suatu hari, mungkin objek wisata di sana akan mengadaptasi gaya susur danau di Danau Hakone ini, seperti halnya pengelola danau ini meniru model penyajian wisata di Disneyland Amerika Serikat pada 1960-an. Apalagi Danau Ashinoko atau Hakone ini serupa dengan Danau Toba yang sama-sama terbentuk akibat letusan gunung berapi.