Mereka mengatakan, studi pada tikus menunjukkan bahwa molnupiravir memang dapat memberikan efek berbahaya pada janin. Akan tetapi, tikus-tikus tersebut mendapatkan dosis obat yang lebih besar dibandingkan dosis yang diberikan kepada manusia.
"Dan efek ini tak terlihat pada hewan lain," ujar Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pemerintah sudah dalam tahapan final kesepakatan pengadaan molnupiravir. Ia mengusahakan agar obat buatan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat itu sudah bisa digunakan di Tanah Air pada akhir tahun 2021.
"Kami sudah sampai di tahap finalisasi kesepakatan agar Indonesia bisa mengadakan tablet molnupiravir, diusahakan di akhir tahun ini," kata Budi dalam konferensi pers daring, akhir Oktober (25/10) lalu.
Molnupiaravir mulanya merupakan obat yang diteliti sebagai terapi flu. Tahun lalu, peneliti dari Emory University mencoba untuk menguji manfaat lain dari obat tersebut sebagai terapi potensial untuk Covid-19. Mereka melisensikan obat tersebut kepada Ridgeback dan berpartner dengan Merck.