REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat vaksinasi untuk menciptakan kekebalan kelompok dianggap sebagai upaya menyelamatkan dunia dari pandemi Covid-19. Namu, selama setahun terakhir, pandemi belum juga berakhir, bahkan di tengah meningkatnya kasus varian Delta yang lebih menular. Meski begitu, kasus Covid-19 terbilang menurun seiring menigkatnya cakupan vaksinasi.
Saat ini, para ahli dan pejabat kesehatan sedang menjajaki opsi baru untuk mencoba menghentikan penyebaran SARS-CoV-2. Beberapa ahli berharap bahwa akhir pandemi akan tiba dengan vaksin berbeda dari yang sedang dikembangkan saat ini.
Marty Moore, PhD, chief executive officer Meissa Vaccines, mengatakan bahwa vaksin hidung atau juga dikenal sebagai vaksin intranasal, bisa menjadi jawaban untuk membuat negara kembali normal. Vaksin intranasal dapat membantu mengakhiri pandemi dan memberi kita kendali permanen atas SARS-CoV-2.
“Vaksin ini untuk membatasi infeksi dan penularan. Kita tidak harus berada di kehidupan normal baru, kita bisa kembali ke normal lama,” kata Moore, baru-baru ini kepada Business Insider, dilansir di laman Best Life, Senin (1/11).
Dibandingkan tiga vaksin di AS yang ada saat ini, vaksin hidung diklaim dapat menghentikan penularan virus dan infeksi ringan.
Vaksin Covid-19 saat ini telah dirancang untuk melindungi organ vital seseorang, seperti paru-paru dan jantung, dari infeksi parah, tetapi tidak selalu melindungi dari penularan dan kasus terobosan.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), orang yang divaksinasi mungkin memiliki tingkat penyebaran lebih rendah daripada orang yang tidak divaksinasi. Tetapi mereka masih dapat menularkan virus ke orang lain jika mereka terinfeksi.
Céline Gounder, MD, spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Bellevue di New York, menjelaskan bahwa orang yang divaksinasi masih rentan terhadap infeksi terobosan ringan. Hal itu karena vaksin yang tersedia tidak membantu orang mengembangkan kekebalan mukosa terhadap Covid-19.
Kekebalan mukosa melindungi dari infeksi yang dapat terjadi melalui jaringan lembab di hidung, mata, dan mulut. Selain itu, kemungkinan dapat menghentikan semua transmisi yang terjadi di lubang hidung.
"Setelah vaksinasi, antibodi penetral berada pada level tertinggi, Anda mendapatkan sedikit efek ke saluran napas bagian atas," jelas Gounder.
Vaksinasi tidak memiliki dampak jangka panjang. Sebaliknya, para ahli perlu menemukan cara lain untuk mendapatkan respons mukosa untuk melengkapi respons imun sistemik, yang bisa terjadi dengan vaksin intranasal.
Vaksin hidung yang tidak memerlukan jarum, juga dapat membantu meningkatkan tingkat vaksinasi. Terlebih, menurut dia, banyak orang yang lebih dapat menerima obat tetes di hidung daripada jarum suntik.
“Jadi saya pikir vaksin intranasal bisa menjangkau semua, terutama banyak orang yang ragu-ragu terhadap vaksin," kata Moore kepada Business Insider.
Menurut National Institutes of Health (NIH), sebanyak 11,5 juta hingga 66 juta orang di AS diduga tidak ingin divaksinasi karena takut jarum suntik. Tetapi beberapa ahli memperingatkan agar tidak terlalu berharap pada vaksin hidung.
Saat ini, GoodRx menyatakan, hanya ada satu vaksin semprot hidung yang tersedia, yakni vaksin flu yang disebut FluMist Quadrivalent mengandung strain virus flu yang hidup dan dilemahkan untuk memicu respons imun di hidung. Namun, kelompok orang tertentu, seperti wanita hamil dan mereka yang memiliki sistem kekebalan lemah, kemungkinan tidak dapat menggunakan vaksin dengan kandungan virus hidup karena berpotensi menyebabkan infeksi.
Di samping itu, ahli penyakit menular telah memperingatkan bahwa kemungkinan menerapkan vaksin hidung ini masih agak jauh. Gounder mengatakan bahwa saat ini tidak ada vaksin intranasal dalam uji coba tahap akhir.
Menurut GoodRx, kemungkinan vaksin semprot hidung belum bisa digunakan masif sebelum 2022. Perusahaan Moore, Meissa, dan perusahaan AS lainnya, Codagenix, sedang mengembangkan vaksin hidung, tetapi keduanya hanya dalam uji coba manusia tahap awal.
Menurut Moore, data klinis awal Meissa telah menunjukkan bahwa pasien yang tidak divaksinasi dan diberikan beberapa tetes vaksin hidung, berakhir dengan tingkat antibodi mukosa rata-rata sedikit lebih tinggi daripada orang yang memiliki kekebalan alami dari infeksi Covid-19.
"Data menunjukkan bahwa kami dapat memberikan kekebalan seperti infeksi alami, tetapi kami dapat melakukannya dengan aman. Tujuan kami adalah untuk membuat baksin COVID yang memblokir misi,” kata Moore.