Kamis 21 Oct 2021 20:13 WIB

Perilaku Konsumen Picu Tingginya Sampah Makanan

Sampah makanan juga timbul akibat orang tak paham mana yang harus disimpan di kulkas.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Kesulitan keluar rumah untuk berbelanja akibat PSBB membuat banyak rumah berbelanja dalam jumlah banyak dan menyimpannya di kulkas.
Foto: ist
Kesulitan keluar rumah untuk berbelanja akibat PSBB membuat banyak rumah berbelanja dalam jumlah banyak dan menyimpannya di kulkas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bappenas bersama sejumlah pihak telah melakukan kajian Food Loss and Waste di Indonesia. Selain ditemukan data jumlah makanan yang dibuang, kajian tersebut juga menemukan penyebab tingginya angka food loss dan food waste.

Team Leader Kajian Food Loss & Waste, Waste4Change, Annisa Ratna Putri, menjelaskan dari jenis pangan yang ada sayur-sayuran menjadi pangan yang pengelolaannya paling tidak efisien. Sementara itu, padi-padian adalah pangan yang menimbulkan kerugian ekonomi paling besar.

Baca Juga

"Jenis makanan paling banyak adalah jenis padi-padian," ujarnya dalam acara Morning Chat With Media: "Indonesia Mubazir Pangan, Kok Bisa?: yang diadakan oleh Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Sekretariat Rendah Karbon Indonesia/LCDI, dan Mitra Pembangunan Nasional & Internasional dalam rangkaian acara LCDI Week 2021, dikutip Kamis (22/10).

Menurut Annisa, ada sejumlah penyebab terjadi food loss and waste di Indonesia. Pertama, kurangnya implementasi good handling practice, yakni belum baiknya cara memperlakukan makanan ketika disitribusikan atau setelah panen. Kedua, kualitas ruang penyimpanan yang kurang optimal.

Bagaimana dengan di lingkungan rumah tangga? Annisa menjelaskan, food loss dan food waste biasanya terjadi akibat kurang memahami bagaimana seharusnya menyimpan makanan, yakni bahwa tidak semua makanan bisa tahan lama di kulkas.

"Kadang mindset-nya semua makanan masuk kulkas. Padahal, ada beberapa makanan kalau ditaruh kulkas justru lebih cepat berjamur," ungkapnya.

Penyebab lainnya adalah preferensi konsumen. Terkadang, konsumen tidak mau memilih makanan yang bentuknya berbeda dari biasanya, padahal nutirsinya sama.

"Akhirnya tidak terjual, nah itu juga berpengaruh. Pada akhirnya terbuang karena konsumen tidak suka dan tidak mau beli," ujar Annisa.

Penyebab berikutnya adalah kelebihan porsi serta perilaku konsumen. Mayoritas pemikiran orang Indonesia ialah lebih banyak lebih baik daripada kurang. Banyak makanan disediakan atau dipesan, namun akhirnya tidak termakan semua dan jadi mubazir.

"Pola pikir seperti itu harus diubah. Kalau memang tidak sanggup menghabiskan jangan dipesan sebanyak itu. Kalau memang bersisa, usahakan selalu dibawa pulang untuk dikonsumsi kembali," kata Annisa.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement