Sabtu 09 Oct 2021 04:54 WIB

Cerita Bisnis Kuliner ala Pemilik Pempek CRP

Pempek CRP juga telah memiliki sertifikat SNI, BPOM, Halal, GMP, dan ISO 22000

Pempek Palembang.
Foto: Permatajaya.wordpress.com
Pempek Palembang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pempek merupakan makanan khas kota Palembang, yang sudah hampir 400 tahun lebih makanan ini tetap eksis dan bertambah banyak penggemarnya setiap harinya.

Ada berbagai merek yang menjual makanan khas Palembang ini, namun ada beberapa cerita dibelakang lahirnya produk tersebut. Seperti halnya Ada juga salah satu kisah menarik dari pedagang merk pempek Palembang yaitu Pempek CRP. 

Pada awalnya Founder Pempek CRP bernama Suhendro Wang telah 10 tahun lebih menjadi importir dengan membeli barang dari pabrik China, lalu mendistribusikan lagi ke kota-kota besar yang ada di Indonesia. Sampai suatu titik Suhendro Wang ingin naik kelas, karena baginya sudah cukup lama menjadi seorang importir dan saatnya untuk mencoba menjadi produsen kecil-kecilan.

“Saya saat itu pikirnya terserah mau produksi apa saja, yang penting produksi deh,” ujar Founder CRP. 

Suhendro Wang berpikir sedemikian keras dan akhirnya menemukan produk pempek-lah yang akan diproduksi. “Karena saya orang Palembang, jadi setidaknya saya ingin ada satu bisnis yang bisa berkaitan erat dengan kota kelahiran saya. Maka dari itu saya memulai produksi pempek, dan saya juga sangat bangga karena bisa mempunyai satu bisnis yang mencerminkan dari mana asal diri saya,” tambahnya.

Diketahui, pabrik Pempek CRP bernaung di bawah PT. Citra Rasa Palembang yang telah berdiri beberapa tahun yang lalu. Pempek CRP juga telah memiliki sertifikat SNI, BPOM, Halal, GMP, dan ISO 22000, serta juga sedang tahap pengurusan HACCP untuk keperluan export ke mancanegara. 

Suhendro Wang mengaku, bahwa Ia tidak asal-asalan dalam membangun dan memproduksi Pempek CRP, karena Ia selalu berprinsip untuk tidak melakukan suatu hal dengan setengah hati.

Founder Pempek CRP tersebut juga berkata, karena makanan pempek berkaitan dengan budaya Palembang, maka sesuatu yang berbau budaya pasti akan dikenang sepanjang masa.

“Seperti kalau kita ke negara Jepang, ada istilah jika kalau belum makan sushi atau ramen, berarti kita belum pernah menginjak Jepang. Sama seperti halnya pempek, jika ke kota Palembang belum makan pempek berarti belum menginjak Palembang,” ujarnya.

Selain itu, Suhendro juga membagikan pemikirannya bahwa bisnis di bidang kuliner memiliki 3 level. Untuk level yang pertama, level hit and run, di level ini makanan akan sebegitu booming-nya pada suatu waktu akan tetapi, setelah lewat satu hingga dua tahun tahun, makanan ini akan menghilang dan lenyap begitu saja. 

Kedua, level yang berkaitan dengan habit kesehatan. Suhendro mengatakan beberapa orang lebih memilih memakan makanan sehat dibandingkan yang tidak.

Dan yang terakhir, level ketiga dalam bisnis makanan yaitu, berkaitan dengan budaya (culture). Di titik ini, bisnis kita akan bertahan everlasting alias selamanya. Karena makanan sudah menyatu dan melekat dengan budaya tertentu. 

“Pempek sudah diuji oleh waktu dan telah 400 tahun lebih menjadi santapan banyak orang, hingga saat ini orang masih memakannya. Konon juga katanya pada zaman dahulu bahwa pempek itu adalah makanan raja,” kata Suhendro.

Suhendro Wang juga mengatakan, untuk kedepannya Ia mempunyai impian besar kelak suatu hari nanti, setiap hotel di Indonesia bisa memiliki  menu pempek pada saat breakfast, brunch, dan saat coffee break. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement