Selasa 28 Sep 2021 18:59 WIB

Dokter Terangkan Pendarahan Otak Seperti yang Dialami Tukul

Ketika pembuluh darah pecah operasi harus diupayakan untuk evakuasi darah yang beku.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Tukul Arwana diketahui mengidap pendarahan otak. Pendarahan otak terjadi apabila pembuluh darah pecah dan darah keluar.
Foto: Republika/Amin Madani
Tukul Arwana diketahui mengidap pendarahan otak. Pendarahan otak terjadi apabila pembuluh darah pecah dan darah keluar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelawak Indonesia Tukul mengalami pendarahan otak, saat ini Tukul masih menjalani perawatan medis. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Ari Fahrial Syam  menjelaskan, kasus pendarahan otak terjadi karena beberapa hal, termasuk penyakit, kecelakaan, hingga genetik.

"Pendarahan otak terjadi apabila pembuluh darah pecah dan darah keluar. Penyebabnya berbahai hal, bisa karena tabrakan kecelakaan, atau bisa juga kalau tekanan di pembuluh darah otak biasanya terkait tekanan darah tinggi (hipertensi)," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (28/9).

Baca Juga

Artinya, dia menambahkan, pasien yang memiliki riwayat lama menderita penyakit hipertensi atau bisa juga mengalami kolestrol tinggi dan kemudian ketika terjadi sumbatan di otak dan semakin berat maka lama-lama bertekanan tinggi dan pecah. Kemungkinan lainnya, kasus itu terjadi bisa juga akibat faktor generik yaitu aneurisma atau kelainan pembuluh darah yaitu kondisi pembuluh darah di otak menggelembung akibat melemahnya dinding pembuluh darah di suatu titik kemudian otak jadi pecah.

Ketika pembuluh darah sudah pecah, ia meminta operasi diupayakan untuk dilakukan karena untuk evakuasi darah yang beku. Sebaliknya, jika kondisi tersebut didiamkan maka lama-lama tekanan di otak jadi meningkat dan akan memperburuk keadaan.

Artinya, dia melanjutkan, pasien bisa tidak sadar sampai meninggal dunia kalau ada pendarahan yang terus berlangsung tanpa terkendali. Terkait kemungkinan sembuh 100 persen, ia menilai itu sulit terjadi karena pembuluh sudah pecah dan tidak bisa disambung sehingga cacat.

Namun, ia mengingatkan ada proses lain yang bisa dijalani yaitu lewat tempat lain. Selain itu, ia menjelaskan daerah yang terganggu dengan pecahnya pembuluh darah di otak menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan. Ia mengakui fisioterapi masih memungkinkan dilakukan meski masih ada gejala sisa.

"Artinya ya tidak bisa kembali 100 persen seperti keadaan normal, hanya saja dioptimalkan," ujarnya.

Selain itu, ia meminta kalau mengalami kasus seperti ini maka harus mencari tahu dulu faktor risikonya dan kenapa pembuluh darah pecah. Ia menambahkan, kalau misalnya karena hipertensi maka ke depannya harus terkontrol atau kalau karena kolestrol berarti konsumsi lemak harus dijaga.

Kemudian, dia melanjutkan, pecahnya pembuluh darah otak akibat aneurisma maka diidentifikasi saja. Kalau mengalami sakit kepala, ia meminta lakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) saja untuk mengetahui aneurisma atau tidak.

"Makanya sakit kepala bagi sebagian orang tidak boleh dianggap remeh karena itu bisa jadi tanda mengenai ada satu hal yang tidak beres dalam tubuh. Mungkin bisa macam-macam penyebabnya, jadi banyak orang ke dokter," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, jika pembuluh darah di otak telah pecah dan dioperasi maka pasien perlu melakukan fisioterapi. Selain itu, menjaga jangan sampai stres. Sebab, dia melanjutkan, banyaknya pikiran bisa meningkatkan tekanan pembuluh darah di otak. Jika upaya-upaya ini tak dilakukan atau pasien tak menjaga memperbaikinya, ia mewanti-wanti pembuluh darah otak bisa pecah lagi untuk yang kedua kali.

"Bahkan, pecahnya pembuluh darah di otak yang kedua bisa lebih berat dibandingkan yang pertama. Jadi, jangan sampai pembuluh darah di otak pecah lagi," ujarnya.

Ia meminta pasien lakukan fisioterapi, jangan stres, kemudian patuhi kata dokter. Jika pasien pecah pembuluh darah di otak masih tidak ditangani dengan tepat, Ari mengingatkan bisa berefek pada kelumpuhan hingga kematian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement