Selasa 21 Sep 2021 20:09 WIB

Bahaya Gangguan Tidur pada Lansia, Bisa Depresi

Gejala depresi pada lansia dan orang muda berbeda.

Gangguan tidur pada lansia (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Gangguan tidur pada lansia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gangguan tidur pada lansia dapat menyebabkan risiko depresi hingga bunuh diri. Hal ini disampaikan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa lulusan Universitas Indonesia, dr Anastasia Ratnawati Biromo, Sp KJ.

Meskipun gangguan atau perubahan waktu tidur pada lansia merupakan hal yang wajar, namun ada beberapa hal perlu dikhawatirkan. Anastasia mengatakan, hal tersebut yakni apabila lansia mengalami keluhan seperti ketidakpuasan kuantitas atau kualitas tidur, kesulitan mempertahankan tidur, terbangun dini hari dan sulit tidur kembali, serta tidak bisa melakukan tugas pada siang hari dan terjadi setidaknya tiga malam per pekan selama tiga bulan.

"Dampak insomnia pada lansia ini menimbulkan risiko depresi meningkat 23 persen, peningkatan risiko bunuh diri, peningkatan risiko hipertensi, infark miokardial, dan stroke, peningkatan risiko diabetes dan gangguan metabolik lainnya, peningkatan prevalensi kanker, insomnia kronik menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya gangguan kognitif," ujar dr Anastasia dalam webinar "Brain Awareness Week Indonesia 2021" pada Selasa (21/9).

Dr Anastasia menjelaskan mengenai hubungan gangguan tidur dan depresi pada lansia. Dia mengatakan kekurangan tidur dapat menyebabkan peningkatan sitokin inflamasi, di mana hal yang sama juga didapatkan pada individu dengan gangguan depresi. Selain itu, gangguan regulasi neutransmiter monoamin yang terdiri dari serotonin, norepinefrin dan dopamin berkontribusi terhadap abnormalitas tidur REM (rapid eye movement) dan juga berperan dalam terjadinya depresi.

"Gangguan tidur dan faktor lingkungan menyebabkan ekspresi abnormal gen yang mengatur irama sirkandian menyebabkan timbulnya gangguan mood atau episode depresi," kata dokter yang berpraktik di RS PGI Cikini ini.

Dr Anastasia mengatakan, gejala depresi pada lansia dan orang muda berbeda. Terkadang gejala yang muncul bertumpang tindih dengan gejala fisik atau gangguan daya pikir.

"Kalau orang muda, mereka lebih gampang bilang sedih atau tidak semangat, kalau pada lansia lebih susah mengekspresikan apa yang dirasakan apalagi kalau ada demensianya," ujar dr. Anastasia.

"Ada lansia mengeluh bukan ke mood yang sedih tapi merasakan rasanya capek terus-terusan atau fisik sehingga depresi pada lansia meski bermakna namun sulit terdeteksi," ujarnya lagi.

Lansia yang mengalami gejala depresi dapat menurunkan minat dan aktivitas fisiknya, sehingga cenderung lebih memilih berbaring saja yang dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan hipertensi yang memang sudah dialami. Depresi pada lansia juga akan mempengaruhi hormon stres kortisol di mana menurunnya jumlah sel imun dan respon imun, naiknya gula darah dan kerusakan oksidatif yang memperberat gangguan kognitif.

Menurut dokter spesialis saraf dari RSUI, Pukovisa Prawirohardjo, jika gangguan tidur itu dialami lebih dari satu bulan dan sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya penderita segera berkonsultasi dengan dokter. Gejala awal gangguan tidur bisa diatasi dengan melakukan sleep hygiene sebelum tidur, yaitu dengan mengatur kondisi kamar tidur tetap sejuk dan tenang, mandi air hangat dan sikat gigi sebelum tidur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement