Kamis 09 Sep 2021 21:32 WIB

Epidemiolog: Varian Mu Bisa Turunkan Efikasi Vaksin Covid-19

Varian Mu punya protein yang bisa beradaptasi terhadap antibodi.

Vaksin Covid-19 (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Vaksin Covid-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan varian Mu bisa menurunkan efikasi vaksin Covid-19. Hal ini lantaran varian tersebut dapat beradaptasi dengan perlindungan antibodi yang diciptakan dari imunisasi setelah vaksinasi Covid-19.

Dia mengatakan varian Mu punya protein yang bisa beradaptasi terhadap antibodi. "Jadi menurut saya karena adaptasi itu, dia bisa tahan sedikit, jadi semua vaksin akan menurun efikasinya, sama dengan Variant of Interest lain," kata Yunis, Kamis (9/9).

Yunis mengatakan, tingkat penularan dan keparahan penyakit yang disebabkan oleh varian Mu sama dengan varian Alpha, dan tidak menandingi varian Delta. "Penularannya sama dengan Alpha, menurunkan efektivitasnya sama dengan Alpha, dan masuk pada Variant of Interest," ujarnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan suatu varian virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 sebagai Variant of Interest (VoI) dengan kriteria yakni varian tersebut memiliki perubahan genetik yang diperkirakan atau diketahui mempengaruhi karakteristik virus seperti penularan, keparahan penyakit, pelepasan kekebalan, pelepasan diagnostik atau terapeutik. VoI juga diidentifikasi sebagai penyebab penularan komunitas yang signifikan atau beberapa klaster Covid-19 di banyak negara dengan prevalensi relatif yang meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah kasus dari waktu ke waktu.

Saat ini varian yang masuk daftar VoI adalah varian Eta, Iota, Kappa, Lambda, dan Mu. Untuk mencegah masuknya varian Mu ke dalam Indonesia, maka pemerintah tidak mengizinkan pendatang dari Kolombia atau negara-negara yang memiliki kasus temuan varian Mu untuk masuk ke Tanah Air.

Selain itu, pemerintah harus terus melakukan surveilans pengurutan genom virus atau whole genom sequencing untuk melacak keberadaan virus tersebut di tengah masyarakat. Jika nantinya dibuka untuk wisatawan masuk ke dalam negeri, maka harus dilakukan karantina maksimal yakni lebih dari 10 hari untuk memastikan dalam masa inkubasi virus, benar-benar tidak ada gejala Covid-19 yang muncul.

Jika ada gejala Covid-19 muncul, maka bisa segera dilakukan intervensi penanganan sebelum menular pada orang lain. "Kalau kurang (masa karantina) nanti kita kemasukan varian baru atau bahkan kemasukan varian-varian yang ada di dunia, kita akan jadi negara dengan terlengkap dengan variannya," ujar Yunis

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement