REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah pada mulut termasuk akibat umum dari gejala infeksi Covid-19. Misalnya, hilangnya indra perasa, mulut kering, hingga menyebabkan luka. Gejala itu dapat bertahan lama setelah gejala lain menghilang, menurut para peneliti Brasil, dikutp Webmd, Kamis (9/9).
Hampir empat dari 10 pasien Covid-19 mengalami gangguan rasa atau kehilangan total rasa. Namun gejala mulut kering juga tak kalah berpengaruh hingga dialami 43 persen pasien, menurut tinjauan luas terhadap lebih dari 180 penelitian yang diterbitkan. Artinya, terdapat gejala kesehatan mulut pada hampir 65 ribu pasien Covid-19 di seluruh dunia. Ahli tetap menyarankan menjaga kesehatan mulut selama sakit.
“Terkait pasien Covid-19 secara khusus, pesan pentingnya adalah menjaga kebiasaan kesehatan mulut yang sehat selama sakit jika mereka mampu melakukannya,” kata dr Edmond Hewlett, juru bicara American Dental Association yang meninjau temuan tersebut.
Mulut kering secara signifikan meningkatkan risiko kerusakan gigi. Karena itu, penting melakukan upaya untuk menjaga kesehatan mulut dari kebiasaan gaya hidup.
Upayakan menyikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi berfluoride, flossing sekali sehari, membatasi ngemil, dan menghindari makanan serta minuman manis sebagai cara terbaik untuk menjaga kesehatan mulut. Saat ini, kebanyakan orang menyadari bahwa hilangnya penciuman dan pengecapan adalah gejala utama infeksi virus SARS-CoV-2. Namun tinjauan penelitian oleh tim yang dipimpin oleh peneliti University of Brasilia E.N.S. Guerra mengidentifikasi sejumlah variasi.
Temuan yang diterbitkan di Journal of Dental Research menyatakan orang yang terinfeksi Covid-19 dapat mengalami penurunan indra perasa (hypogueusia); indera perasa yang terdistorsi, di mana segala sesuatu terasa manis, asam, pahit atau logam (dysgeusia); atau hilangnya semua rasa (ageusia), menurut penelitian.
Peneliti menemukan komplikasi ini tampaknya lebih umum di antara pasien Covid-19 Eropa, di mana setengahnya mengalami kondisi serupa. Sebagai perbandingan, sepertiga pasien Covid-19 Amerika dan seperempat pasien Amerika Latin melaporkan hal yang sama.
Beberapa pasien Covid-19 juga melaporkan lesi pada atau di bagian bawah lidah maupun di sepanjang gusi dan sisi mulut. Hewlett juga mengatakan komplikasi ini tidak hanya terjadi pada Covid-19 dan atau terhadap semua orang. Akan tetapi infeksi ringan tentu menyebabkan masalah di mulut.
Hewlett mengatakan belum jelas berapa lama gejala oral akan dirasakan pasien Covid-19, tapi yang terang adalah itu menjadi bagian dari konstelasi gejala yang dikenal sebagai long Covid. Istilah ini mengacu pada pasien yang terus berjuang dengan masalah kesehatan terkait Covid-19 berbulan-bulan setelah pulih dari banyaknya gejala awal.
Masalah kesehatan mulut telah muncul sebelumnya karena banyak pasien menunda pemeriksaan rutin. Hewlett menyarankan bagi mereka yang tidak terpengaruh masalah kesehatan akibat Covid-19, tetap ingat untuk menjaga kesehatan mulut yang baik. Sebab itu adalah kunci kesehatan secara keseluruhan.
"Pergi ke dokter gigi terbukti sangat aman dari perspektif risiko infeksi Covid-19," kata dia.
Senada, dr Shervin Molayem, seorang periodontist dan ahli bedah implan yang juga direktur dari Mouth Body Research Institute di Los Angeles mengatakan masyarakat masih belum rutin pergi ke dokter gigi, termasuk sebelum pandemi. Alhasil, banyak kasus gusi berdarah, penyakit periodontal, dan efek buruk dari penggilingan gigi.
"Apa yang menyebabkan mereka menggertakkan gigi di malam hari kemungkinan adalah stres sekunder mereka dari penyakit yang sebenarnya," kata Molayem.
Itu berarti stres terkait Covid-19 berpotensi menyebabkan nyeri rahang (TMJ), serta gigi retak dan terkelupas. Seyogianya, erawatan gigi tetap menjadi prioritas, baik dalam kondisi pandemi maupun tidak.