REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mantan pelaku kekerasan seksual anak dibebaskan, lalu disambut meriah hingga dikalungi bunga, bahkan diundang ke acara televisi.
Satu yang menjadi pertanyaan besar Psikolog Anak, Firesta Farizal, dimana logika, perasaan, dan nurani orang-orang itu?
Dia mengatakan ketika seorang mantan pelaku kekerasan seksual anak disambut dengan luar biasa, itu seperti seakan-akan perilakunya dibenarkan atau dimaklumkan. Dikhawatirkan, masyarakat berpikir perilaku kekerasan seksual anak adalah hal yang wajar.
“Kebayang ya bagaimana nilai ini akan ditangkap masyarakat secara umum apalagi diundang televisi, seperti sesuatu yang dilakukannya bagus-bagus saja,” ungkap Firesta kepada Republika.co.id, Senin (6/9).
Hal yang dilakukan segelintir orang itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan, dan terjadi pembangunan nilai kemanusiaan yang tidak sesuai.
Dia mengkhawatirkan psikologis pada korban, apalagi korbannya anak-anak. Dia mengkhawatirkan nilai apa yang akan kita semua lanjutkan pada anak-anak kita, bisa jadi yang terjadi sekarang, justru menempatkan anak-anak kita dalam posisi berbahaya.
“Saya merasa kita bisa jadi tidak meneruskan nilai yang baik pada anak-anak kita, dan membuat anak-anak kita berada pada situasi yang bahaya,” ungkapnya.
Baca juga : KPI Bebas Tugaskan Terduga Pelaku Pelecehan Seksual
Anak-anak adalah tanggung jawab kita semua untuk melindunginya. Melihat keadaan seperti ini, sebagai korban pasti tidak terbayangkan lagi bagaimana perasaan korban atau perasaan keluarga korban.
“Mereka korban tapi kok pelakunya malah dipuja-puja, kok pelakunya diberi panggung oleh segelintir orang, tapi saya yakin masih banyak orang yang menjunjung kemanusiaan,” papar Firesta.
Bagi dia, memboikot mantan pelaku kekerasan seksual anak atau pedofil, sudah cukup sesuai dalam arti saat ini semua orang butuh untuk menunjukkan sikap, bahwa semua orang tidak membenarkan, tidak setuju, dan tidak menormalkan perilaku kejahatan seksual pada anak.
“Ketika stasiun televisi atau public figure atau teman-teman terkait di media memboikot pelaku, itu adalah salah satu pilihan sikap kita untuk menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan yang penting,” kata Firesta lagi.
Dia berharap, semua orang harus lebih memikirkan dampak psikologis korban, karena tidak ada yang tahu sampai kapan trauma para korban, apakah traumanya sudah bisa sembuh atau belum.
“Sebagai masyarakat, ahli, dan sebagai manusia sih ya sebetulnya, harus berpihak pada korban. Sementara apa yang terjadi sekarang ini sangat tidak mendukung korban,” tutur psikolog yang juga Direktur Klinik Psikologi dan Pusat Terapi Anak Mentari Anakku itu.
Baca juga : Sindir KPI Soal Saipul Jamil, Ernest: Bau Menyengat Apa?