Senin 30 Aug 2021 08:55 WIB

Antibodi Monoklonal, Apa Bedanya dengan Vaksin Covid-19?

Selain lewat infus, antibodi monoklonal juga bisa digunakan dengan suntikan di perut.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Reiny Dwinanda
 Dr. Aldo Calvo, Direktur Medis Kedokteran Keluarga di Broward Health, menunjukkan kantong infus antibodi monoklonal Regeneron dalam konferensi pers di Rumah Sakit di Fort Lauderdale, Florida, Amerika Serikat Kamis, (19/8). Antibodi monoklonal dapat diberikan pada pasien Covid-19 dengan sejumlah persyaratan.
Foto:

Bedanya dengan vaksin

Petty menjelaskan, vaksin mampu membantu merangsang dan mempersiapkan sistem kekebalan untuk merespons lebih ketika terpapar virus. Sementara itu, antibodi monoklonal berperan untuk meningkatkan sistem kekebalan setelah sakit, dan mempercepat respons kekebalan untuk mencegah Covid-19 semakin parah.

"Tetapi vaksin melakukan ini jauh lebih mudah dan jauh lebih baik," kata Petty.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika/Putra M. Akbar)

Petty mengatakan, antibodi monoklonal bisa diberikan kepada siapapun sedini mungkin agar semakin efektif dalam mengobati atau mencegah Covid-19. Pemberiannya akan sangat efektif dalam empat hingga lima hari pertama gejala.

Oleh sebab itu, Petty menyarankan agar melakukan tes sesegera mungkin jika melihat adanya gejala Covid-19 yang muncul. Jika ada gejala, Petty menyarankan untuk langsung menghubungi dokter mengenai antibodi monoklonal. Kendati demikian, antibodi monoklonal itu, menurut Petty, tidak bisa diberikan pada pasien yang mengalami gejala setelah 10 hari.

Penerima antibodi monoklonal

Ada dua manfaat penggunaan antibodi monoklonal, yakniuntuk mengobati atau menghentikan perkembangan Covid-19 pada orang berisiko tinggi yang dites positif dan untuk mencegah Covid-19 pada orang berisiko tinggi yang telah terpapar. Regeneron terbuat dari kombinasi dua antibodi yang disebut casirivimab dan imdevimab.

Agar memenuhi syarat untuk perawatan, seseorang harus punya hasil tes positif Covid-19 dan belum menerima vaksinasi lengkap. Mreka yang ingin mendapat antibodi itu juga harus memiliki gejala kurang dari 10 hari, tidak dirawat di rumah sakit, atau tak sedang bergantung pada suplementasi oksigen karena Covid-19.

Hanya saja, mengingat antibodi monoklonal tidak akan langsung diberikan oleh dokter, maka akses mendapatkannya tidak selalu mudah. Bahkan, Petty beranggapan, masih banyak dokter yang belum terlalu berpengalaman dengan perawatannya.

Petty mengatakan, kalau dokter yang merawat tidak terbiasa atau paham dengan antibodi monoklonal, maka pembicaraan lebih lanjut mengenai keinginan mendapatkannya perlu dilakukan. Di AS pun, antibodi monoklonal itu juga tidak bisa didapatkan di banyak lokasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement