Selasa 03 Aug 2021 23:21 WIB

Risiko Serangan Jantung Naik 2 Pekan Setelah Kena Covid-19

Risiko serangan jantung pada orang yang positif Covid-19 sama untuk semua umur.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi serangan jantung. Studi di Swedia menunjukkan peningkatan risiko serangan jantung dua pekan setelah orang positif Covid-19.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi serangan jantung. Studi di Swedia menunjukkan peningkatan risiko serangan jantung dua pekan setelah orang positif Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah ahli memperingatkan bahwa pasien infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari segala usia berisiko mengalami serangan jantung dalam dua pekan setelah tertular penyakit wabah ini. Kewaspadaan itu muncul menyusul temuan penelitian terbaru yang dilakukan tim ilmuwan di Swedia.

Menurut peneliti, virus memengaruhi semua organ dalam tubuh. Kebanyakan orang akan mengatasi serangan virus penyebab Covid-19 dengan cepat, namun tidak sedikit yang pada akhirnya mengalami masalah kesehatan yang serius dan harus berjuang melawan gejala yang melemahkan.

Baca Juga

Para peneliti di Umeå University, Swedia melihat data dari 86 ribu pasien Covid-19. Dari sana, ditemukan peningkatan tiga kali lipat risiko infark miokard akut dan strok dalam dua pekan pertama setelah infeksi virus corona jenis baru terjadi.

Tim ilmuwan mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan risiko yang sama di semua kelompok umur. Studi yang dilakukan juga disesuaikan dengan faktor risiko yang diketahui seperti usia, jenis kelamin, dan faktor sosial ekonomi.

Rekan penulis studi Ioannis Katsoularis, yang juga merupakan seorang dokter konsultan di bidang kardiologi di Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Klinis, mengatakan bahwa hasil studinya menunjukkan bahwa komplikasi kardiovaskular akut merupakan manifestasi klinis penting dari Covid-19. Temuan timnya sekaligus menunjukkan betapa pentingnya untuk menyegerakan vaksinasi Covid-19, terutama pada lansia yang berisiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kardiovaskular akut.

Para ahli di Swedia memang tidak memasukkan pasien yang sebelumnya pernah mengalami strok. Krister Lindmark, seorang dokter konsultan medis di bidang kardiologi dan rekan penulis penelitian ini menjelaskan itu sengaja dilakukan karena akan sulit untuk menghitung risiko kontribusi Covid-19 terhadap infark miokard akut dan strok kalau individu yang pernah mengalaminya disertakan.

"Sebab, risiko berulangnya infark miokard akut dan strok meningkat setelah kejadian pertama," ujar Lindmark, dilansir The Sun, Selasa (3/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement