Kamis 22 Jul 2021 14:42 WIB

Hasil Uji Klinis: Azitromisin Gagal Bantu Penderita Covid-19

Azitromisin semula diberikan di fase awal penyakit pada pasien Covid-19 rawat jalan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Reiny Dwinanda
Azitromisin merupakan obat golongan antibiotik. Obat ini awalnya diperkenalkan ke perawatan Covid-19 karena sifat anti-inflamasinya yang dihipotesiskan dapat membantu menghentikan perburukan jika diberikan sejak dini.
Foto: EPA
Azitromisin merupakan obat golongan antibiotik. Obat ini awalnya diperkenalkan ke perawatan Covid-19 karena sifat anti-inflamasinya yang dihipotesiskan dapat membantu menghentikan perburukan jika diberikan sejak dini.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Azitromisin ternyata tidak lebih efektif daripada plasebo dalam membebaskan pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dari gejala Covid-19. Hasil uji klinis peneliti yang berafiliasi dengan University of California San Francisco itu diterbitkan di JAMA Network pada 16 Juli.

Peneliti melibatkan 265 pasien Covid-19 rawat jalan dalam uji klinis. Dari jumlah itu, 171 di antaranya diobati dengan antibiotik oral azitromisin 1,2 gram dosis tunggal, sementara 92 pasien diberi plasebo.

Baca Juga

Setelah dua pekan, penelitian ini menemukan tidak ada perbedaan signifikan dalam proporsi peserta yang bebas gejala (azitromisin: 50 persen; plasebo: 50 persen). Terlebih lagi, pada hari ke-21, lima peserta dalam kelompok penerima azitromisin dirawat di rumah sakit, sedangkan di kelompok yang mendapat plasebo tak ada yang diopname.

Azitromisin awalnya diperkenalkan ke perawatan Covid-19 karena sifat anti-inflamasinya yang dihipotesiskan dapat membantu menghentikan perburukan jika diberikan sejak dini. Hal itu disampaikan penulis utama studi Catherine E. Oldenburg.

"Temuan ini tidak mendukung penggunaan rutin azitromisin untuk infeksi SARS-CoV-2 rawat jalan," tulis Oldenburg, dikutip dari Fox News, Kamis (22/7).

Pakar lain menyebut, hasil uji klinis tersebut mengkhawatirkan. Namun, di sisi lain, itu tidak sepenuhnya tidak terduga.

"Azitromisin bukanlah obat yang harus digunakan untuk mengobati Covid-19," ujar Dr. Aaron Glatt yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement