Selasa 20 Jul 2021 14:29 WIB

Cara Vaksinasi Cegah Infeksi Covid-19

Vaksinasi bantu cegah terjadinya infeksi yang belum ada obatnya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Petugas kesehatan dari Badan Intelijen Negara (BIN) menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada seorang pelajar di Sekolah Al Azhar BSD, Tangerang Selatan, Banten, Senin (19/7/2021). Vaksinasi yang diselenggarakan oleh BIN dan Pemkot Tangerang Selatan ini merupakan program percepatan vaksinasi COVID-19 untuk pelajar.
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal
Petugas kesehatan dari Badan Intelijen Negara (BIN) menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada seorang pelajar di Sekolah Al Azhar BSD, Tangerang Selatan, Banten, Senin (19/7/2021). Vaksinasi yang diselenggarakan oleh BIN dan Pemkot Tangerang Selatan ini merupakan program percepatan vaksinasi COVID-19 untuk pelajar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Prof Dr Budi Wiweko, mendukung vaksinasi sebagai upaya mencegah infeksi Covid-19 yang belum ada obatnya. Vaksinasi dianggap ikhtiar manusia dalam menghadapi pandemi.

Prof Budi mengatakan vaksinasi merupakan bagian dari upaya manusia  'nyekolahin sel imun'. Sehingga tubuh lebih mengenal musuhnya dan dengan cepat dapat menghancurkan virus sebelum sempat memperbanyak dirinya.

Baca Juga

"Cara vaksin bekerja adalah dengan memasukkan sedikit sel asing yang memiliki 'KTP musuh' ke dalam tubuh sehingga sel imun kita akan cepat mengenali dan mengidentifikasi," kata Prof Budi dalam keterangan pers, Selasa (20/7).

Prof Budi menerangkan biasanya pada dosis vaksin pertama, sel imun  baru menjalani penjajakan terhadap musuh. Lalu pada dosis kedua dan seterusnya sel imun lebih mengenali calon musuhnya sehingga cepat memproduksi dan mengerahkan bala bantuan untuk menghancurkan musuh.

"Know your enemy better, kira-kira begitulah vaksinasi akan membantu kita mencegah terjadinya infeksi yang belum ada obatnya," ujar Prof Budi.

Prof Budi menyampaikan pada prinsipnya setiap sel di dalam tubuh memiliki identitas atau KTP. Kondisi ini membuat sel dikenali oleh sel imun sebagai kawan bukan lawan.

"Walaupun demikian, ada kalanya sel tubuh memiliki masalah dengan KTP-nya sehingga menjadi tidak dikenali sel imun, akibatnya sudah barang tentu sel imun akan menyerang sel tubuh sendiri. Inilah yang dikenal sebagai 'penyakit auto imun," ucap Prof Budi.

Prof Budi menjelaskan bagaimana reaksi sel imun bila ada sel asing masuk ke dalam tubuh, bisa dalam bentuk infeksi bakteri atau pun virus. Pada dasarnya sejak dibentuk, sel imun sudah diproses di kelenjar Timus agar mampu mengenali musuhnya dengan baik dan tidak menyerang kawan-nya sendiri.

"Bila ada bakteri atau virus masuk, maka tubuh akan menyusun kekuatan dengan mengerahkan sel-sel imunnya dari berbagai lapisan. Ada lapisan 'pertama, ada lapisan kedua dan ada lapisan ketiga' sebagai benteng terakhir," kata Wakil Direktur IMERI - FKUI itu.

Prof Budi mengatakan pasukan sel imun lapisan pertama yang paling dikenal misalnya adalah kulit. Tentang bagaimana kulit diatur kelembabannya dan banyak sel imun di bawah jaringan kulit sebagai barisan pertama pertahanan.

Bila barisan pertama belum mampu mengusir musuh, maka akan dilepaskan sel-sel perantara yang akan memanggil bala bantuan dan melepaskan berbagai zat untuk menghancurkan musuh. Sel-sel ini dikenal dengan sebutan 'sitokin.'

"Infeksi yang tidak berat pada umumnya bisa diselesaikan di level pertama, tetapi untuk infeksi virus (yang sifatnya di dalam sel) dia membutuhkan bala bantuan yang lebih besar untuk menghancurkan virus sekaligus sel yang diinfeksinya," ucap Prof Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement