Ahad 18 Jul 2021 21:05 WIB

Telemedisin Hingga Grup WA Bisa Bantu Pantau Pasien Isoman

Menurut IDI, penting untuk tidak mendorong pasien menumpuk di UGD.

Fasilitas telemedisin bisa menjadi sarana pelaporan dan pemantauan masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Fasilitas telemedisin bisa menjadi sarana pelaporan dan pemantauan masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Moh Adib Khumaidi mengatakan, fasilitas telemedisin bisa menjadi sarana pelaporan dan pemantauan masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (isoman). Telemdisin yang dimaksud yakni baik yang dibuat oleh fasilitas kesehatan maupun yang menggunakan platform ataupun aplikasi komunikasi yang tidak spesifik seperti Whatsapp, Telegram, dan lainnya 

"Beberapa teman di IDI cabang seperti Surabaya, Sulawesi Tenggara aktif juga membuka hotline, WA grup bisa menjadi sarana melaporkan masyarakat yang melakukan isolasi mandiri sambil melakukan pemantauan," kata dia dalam diskusi media via daring yang diselenggarakan PB IDI, Ahad (187).

"Modifikasi-modifikasi di lapangan sebaiknya dilakukan. Peran pemerintah daerah untuk mengaktivasi hal ini sangat penting," ujar Adib.

Di sisi lain, masyarakat juga sebaiknya mendapatkan pemahaman kapan harus melakukan isolasi mandiri dan ke rumah sakit. "Bagaimana peran masyarakat melalui triage community, melalui Satgas Covid-19 RT/RW, kemudian mengedukasi kegawatdaruratan, isolasi mandiri yang terpantau, adanya hotline number, ambulans ready dari komunitas, kualitas pelayanan, sistem rujukan berjenjang (tidak semua harus dibebankan pada satu rumah sakit tertentu)," jelas Adib.

Dalam hal ini, penting untuk tidak mendorong pasien menumpuk di UGD. Primary triage sebaiknya berada di luar UGD, sementara secondary triage barulah di UGD. "Kalau dalam penilaian rumah sakit kolaps, jawabannya bukan menambah kapasitas tempat tidur, tetapi harus disiapkan rumah sakit lapangan di wilayah yang terdapat kondisi overload fasilitas kesehatan," ujar Adib.

Angka kasus Covid-19 yang meningkat bisa berdampak pada pasien rawatan Covid-19 yang ikut meningkat. Begitu juga dengan okupansi ruang rawat dan okupansi ruang HCU dan ICU Covid-19. Bila kondisi ini terus terjadi, maka potensi rumah sakit kolaps bisa semakin meluas. 

Ada sejumlah hal yang perlu dilakukan antara lain mapping kemampuan fasilitas kesehatan dan wilayah, tingkat kebutuhan SDM, obat dan alat kesehatan, juga upaya isolasi mandiri yang terpantau bisa dengan telemedisin atau melalui satgas-satgas Covid-19 yang disupervisi tenaga kesehatan. Kemudian, perlu ada aksi layanan kesehatan melalui satu sistem terintegrasi fasilitas kesehatan, penambahan ruang rawat sesuai kriteria pasien, penambahan ketenagaan, penapisan pasien, sistem rolling, dan klasterisasi rumah sakit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement