REPUBLIKA.CO.ID, WINNIPEG -- Pakar kesehatan dari Kanada, Joss Reimer, menyatakan tidak ada bukti vaksin Covid-19 berisiko bagi kehamilan dan kesuburan. Dokter perempuan yang menjabat sebagai ketua gugus tugas vaksinasi Provinsi Manitoba di Kanada itu berpendapat vaksin aman untuk ibu hamil.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksin apapun, termasuk yang melindungi Anda dari Covid-19, menimbulkan risiko kesehatan bagi orang yang sedang hamil, atau bagi bayi yang belum lahir," ujar Reimer dikutip dari laman CBC, pada Rabu (30/6).
Pendapat Reimer mengacu pada vaksin mRNA seperti Pfizer-BioNTech dan Moderna. Reimer yang fokus di bidang kesehatan seksual dan reproduksi mengatakan vaksin dapat menyelamatkan hidup dan melindungi janin karena transfer antibodi melalui ibu.
Dia hendak meyakinkan para perempuan agar tidak khawatir berlebihan tentang dampak negatif vaksin Covid-19 terhadap kesuburan, menstruasi, kehamilan, atau menyusui. Sebaliknya, vaksinasi harus menjadi prioritas perawatan kesehatan selama kehamilan.
Pasalnya, ibu hamil lebih berisiko mengidap Covid-19 yang parah. Studi nasional baru-baru ini di Kanada terhadap 6.000 ibu hamil yang terkena dampak Covid-19 menemukan bahwa ibu hamil empat kali lebih mungkin memerlukan perawatan ICU jika terinfeksi virus corona.
Risiko itu meningkat selama gelombang ketiga pandemi. Reimer memaparkan, kini risiko memerlukan perawatan ICU untuk ibu hamil yang mengidap Covid-19 mungkin 11 kali lipat dibandingkan pasien yang tidak hamil dan berusia sama.
Reimer merekomendasikan semua ibu hamil mendapatkan dosis lengkap vaksin mRNA. Anjuran itu serupa dengan yang disampaikan oleh Society of Obstetricians and Gynecologists of Canada. Sang dokter juga mengutip studi terhadap 4.000 orang hamil di Amerika Serikat.
Hasilnya, pemberian dua dosis vaksin tidak hanya aman, tapi 97,6 persen peserta terpantau tidak mengidap Covid-19. Reimer pun mengatakan bahwa vaksin Covid-19 dapat membantu perkembangan janin karena antibodi ibu terbentuk pada bayi lewat plasenta.
Antibodi penangkal Covid-19 yang dikembangkan dalam respons imun juga ditemukan dalam air susu ibu (ASI). Dalam beberapa penelitian laboratorium tentang ASI, antibodi terdeteksi dua pekan setelah vaksinasi, efektif menghentikan virus corona.
Vaksin juga dijamin Reimer aman bagi pasangan yang merencanakan kehamilan, terbukti lewat sebuah studi. "Kemampuan seseorang untuk hamil sama sekali tidak akan terpengaruh dengan divaksinasi. Penelitian kami mengamati produksi telur sebelum dan sesudah vaksin, dan menemukan tidak ada dampak," ujarnya.
Reimer mengakui, efek vaksin pada menstruasi bukan area yang banyak dipelajari. Ada laporan yang beredar tentang kemungkinan perubahan siklus menstruasi, bercak, atau pendarahan lebih awal dari periode haid setelah perempuan divaksin.
Ada juga klaim bahwa beberapa orang mengalami periode haid yang lebih berat atau tidak nyaman setelah vaksinasi. Reimer mengatakan, jika seseorang mengalami pendarahan hebat setelah menerima vaksin, kemungkinan itu akan dilaporkan dan dilacak.
Akan tetapi perubahan kecil seperti bercak cenderung tidak dilaporkan. Secara teoritis, vaksin dapat menyebabkan pendarahan tidak teratur karena lapisan dalam rahim (endometrium) memiliki sel-sel kekebalan di dalamnya. "Mungkin endometrium mengalami reaksi sementara bersamaan dengan sistem kekebalan lainnya," ujar Reimer.