Selasa 01 Jun 2021 14:43 WIB

Sebagian Orang yang Vaksinasi Covid-19 tak Bentuk Antibodi

Studi temukan 46 persen orang yang sudah vaksinasi Covid-19 tak membentuk antibodi.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Studi temukan 46 persen orang yang sudah vaksinasi Covid-19 tak membentuk antibodi.
Foto: Prayogi/Republika.
Studi temukan 46 persen orang yang sudah vaksinasi Covid-19 tak membentuk antibodi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sama seperti virus corona, vaksin yang melindungi dari Covid-19 dapat memengaruhi setiap orang secara berbeda. Beberapa orang tidak memiliki efek samping, tetapi yang lain harus terbaring di tempat tidur selama beberapa hari.

Sementara beberapa orang membangun kekebalan kuat setelah mendapatkan suntikan, yang lain tidak seberuntung itu. Meskipun sulit memprediksi bagaimana Anda akan merespons, para ahli medis  memperingatkan orang dengan gangguan autoimun, atau mereka yang menggunakan penekan kekebalan mungkin tidak memiliki respons kuat.

Baca Juga

Sebuah studi baru menemukan satu kelompok orang cenderung mengalami penurunan kekebalan setelah divaksinasi. Faktanya, setengah dari mereka tidak memiliki antibodi setelah vaksinasi.

Sebuah studi yang diterbitkan Journal of American Medical Association menemukan 46 persen pasien transplantasi yang mendapat dua dosis vaksin Moderna atau Pfizer tidak menghasilkan antibodi Covid-19. Kabar baiknya adalah bahwa 40 persen dari 658 pasien transplantasi yang diteliti tidak memiliki antibodi setelah vaksinasi pertama mereka, tetapi mengembangkan antibodi setelah suntikan kedua. Namun, masih menyisakan sebagian besar pasien tanpa perlindungan apa pun terhadap Covid-19.

"Ini benar-benar jauh lebih kontras dari yang kami perkirakan," kata seorang ahli bedah transplantasi di Rumah Sakit Johns Hopkins, Dorry Segev dilansir Best Life, Selasa (1/6).

Penelitian di Mayo Clinic, yang diterbitkan dalam American Journal of Transplantation, juga menimbulkan kekhawatiran bahwa pasien transplantasi tampaknya memiliki respons kekebalan yang berkurang dari vaksin Covid-19. Studi kecil mengamati tujuh penerima transplantasi organ yang didiagnosis dengan Covid-19 di Mayo Clinic di Florida, setelah mendapatkan salah satu vaksin mRNA, dari Pfizer atau Moderna.

Dua pasien telah diberi satu dosis, dan lima telah divaksinasi penuh. Lima dari pasien dirawat di rumah sakit, tiga di antaranya membutuhkan oksigen setelah mereka keluar. Hanya satu pasien yang memiliki antibodi melawan Covid-19.

Karena itu, tim peneliti memperkirakan tingkat infeksi pada penerima transplantasi organ padat yang divaksinasi adalah 10 kali lebih tinggi daripada populasi umum. "Studi ini membuka mata bagi komunitas transplantasi," ujar ketua peneliti dan seorang nephrologist Pusat Transplantasi Klinik Mayo, Hani Wadei.

Semua individu, terutama pasien transplantasi, harus terus mengikuti langkah-langkah perlindungan, seperti jarak sosial, pemakaian masker, dan kebersihan tangan secara teratur. Studi lain, yang diterbitkan awal bulan ini di jurnal Annals of the Rheumatic Diseases, mengamati dua kelompok orang yang divaksinasi Covid-19.

Sebanyak 84 pasien dengan penyakit autoimun (seperti rheumatoid arthritis, penyakit radang usus, psoriasis, dan jenis penyakit tertentu) dan 182 peserta sehat. Pada kelompok terakhir, semua kecuali satu pasien mengembangkan antibodi terhadap Covid-19. Dalam kasus pertama, sebanyak satu dari 10 orang gagal mengembangkan antibodi apa pun.

Secara khusus, penelitian menunjukkan pasien yang menggunakan methotrexate (dijual sebagai Rheumatrex, Trexall, Otrexup, Rasuvo) dan rituximab (Rituxan) untuk penyakit autoimunnya merespon buruk terhadap vaksin. Itu karena obat-obatan tersebut menekan sistem kekebalan sehingga gangguan, yang menyebabkan sistem kekebalan Anda menjadi terlalu aktif, tetap terkendali.

Seperti Wadei, Pusat Penyakit dan Pencegahan (CDC) memperingatkan orang-orang dengan sistem kekebalan yang terganggu, termasuk mereka yang melakukan transplantasi organ, harus terus mengenakan masker meskipun telah divaksinasi penuh.

"Jika Anda memiliki kondisi atau sedang mengonsumsi obat yang melemahkan sistem kekebalan, Anda mungkin tidak terlindungi sepenuhnya, bahkan jika Anda telah divaksinasi penuh," ujarnya.

Bahkan setelah vaksinasi, CDC menulis orang dengan gangguan sistem kekebalan mungkin perlu terus melakukan semua tindakan pencegahan. Direktur CDC Rochelle Walensky menyampaikan panduan itu selama penampilan di Meet the Press NBC pada 16 Mei.

"Kami tahu bahwa  jika Anda tidak memiliki sistem kekebalan yang kompeten penuh dari kemoterapi, dari transplantasi, dari agen modulasi kekebalan lainnya, bahwa vaksin itu mungkin tidak bekerja dengan baik untuk Anda. Jadi, tolong, sebelum Anda melepas masker, konsultasikan dengan dokter,” kata Walensky. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement