Ahad 25 Apr 2021 19:09 WIB

Begini Menghindari Gorengan dengan Minyak Berkali-kali Pakai

Gorengan berbahan tepung berwarna lebih gelap jika menggunakan minyak jelantah.

Warga membeli takjil gorengan dan makanan untuk berbuka puasa di Pasar Takjil Benhil, Jakarta, Selasa (13/4). Praktisi kesehatan kerja dan industri nutrisi dari Universitas Indonesia sekaligus Founder Health Collaborative Center (HCC) dr Ray W Basrowi memberikan tips untuk mengetahui apakah gorengan yang kita makan menggunakan minyak berkali-kali pakai atau minyak baru.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga membeli takjil gorengan dan makanan untuk berbuka puasa di Pasar Takjil Benhil, Jakarta, Selasa (13/4). Praktisi kesehatan kerja dan industri nutrisi dari Universitas Indonesia sekaligus Founder Health Collaborative Center (HCC) dr Ray W Basrowi memberikan tips untuk mengetahui apakah gorengan yang kita makan menggunakan minyak berkali-kali pakai atau minyak baru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi kesehatan kerja dan industri nutrisi dari Universitas Indonesia sekaligus Founder Health Collaborative Center (HCC) dr Ray W Basrowi mengungkapkan cara sederhana untuk mengetahui gorengan yang akan dibeli di luar rumah sudah mengalami proses pemasakan dengan minyak berulang atau tidak. Rasa gorengan dari minyak yang sudah dipakai berulang kali cenderung akan berbeda. 

"Kalau jajan, belinya jangan dari depan. Pakai mekanisme observasi dari belakang (lihat belanga dan minyak yang digunakan untuk menggoreng)," kata dia dalam sebuah acara daring, Ahad (25/4).

Baca Juga

Selain itu, menurut dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia, Juwalita Surapsari, rasa gorengan dari minyak yang sudah dipakai berulang kali cenderung akan berbeda. Selain itu, bila hidangan itu digoreng dengan tepung, maka warnanya akan lebih gelap.

"Dan karena digunakan berulang-ulang (biasanya) ada sisa gorengan sebelumnya," tutur dia.

Dia mengatakan, proses memasak dengan cara menggoreng memang populer di masyarakat, salah satunya karena waktu memasak yang lebih singkat sehingga makanan cepat matang ketimbang proses masak lain semisal mengukus. Ini juga ada kaitannya pola hidup masyarakat yang dituntut serba cepat.

Belum lagi gorengan dengan minyak berkali-kali pakai terasa lebih enak, merangsang saraf nafsu makan dan semakin banyak asupannya maka semakin membuat seseorang ketagihan. 

Di sisi lain, hidangan ini sendiri sulit dilepaskan dari kuliner Indonesia karena rasanya enak dan memang disukai masyarakat. Gorengan bahkan sudah menjadi bagian cross cultural food image.

Dampaknya, membutuhkan waktu beberapa generasi atau sekitar 75 tahun untuk mengubah perilaku masyarakat terkait menyantap gorengan. Padahal, konsumsi kalori tinggi yang salah satunya berasal dari makanan yang digoreng menjadi penyebab dominan penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular, selain perilaku merokok dan kondisi obesitas.

Sebuah studi yang dilakukan Vanessa Oddo bersama koleganya dan dipublikasikan dalam jurnal BMJ pada tahun 2019 lalu memperlihatkan, meningkatnya kasus penyakit tidak menular berhubungan dengan pola makan dan sumber makanan. Studi lainnya, yang melibatkan 107.000 orang wanita berusia 50-79 tahun di Amerika Serikat (AS) menunjukkan, konsumsi setidaknya satu porsi gorengan per hari memiliki kemungkinan 8 persen lebih tinggi untuk menghadapi kematian dini dibandingkan mereka yang tidak makan gorengan apa pun.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement