REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit meningitis saat ini mungkin kian dikenal masyarakat Indonesia. Apalagi setelah penyakit itu diderita Glenn Fredly, hingga akhirnya merenggut nyawa sang penyanyi legendaris.
Kendati mematikan, penyakit ini tergolong langka. "Penyakit ini memang jarang ditemukan, namun mematikan. Meningitis merupakan peradangan pada meningen atau selaput otak," ujar dr Atilla dalam siaran IG Live @kenapaharusvaksin, Rabu (7/3).
Ia memaparkan, Indonesia merupakan penyumbang kasus dan kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat meningitis. Meningitis sendiri, kata dia dapat diakibatkan oleh virus, kuman, parasit, maupun bakteri.
Dari berbagai macam penyebab meningitis, yang paling berbahaya adalah meningitis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria Meningitidis.
"Meningitis yang disebabkan oleh bakteri tersebut dinamakan Invasive Meningococcal Disease atau disingkat IMD," ucapnya.
Jika ditangani tidak tepat, lanjut Atilla, 50% IMD bisa berakhir dengan kematian dan 5%-10% kasus berakibat fatal walau sudah dilakukan terapi. Pada masa epidemi, IMD sendiri lebih banyak menyerang anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan saat non epidemi, IMD lebih banyak menyerang anak-anak dari usai 3 bulan hingga 5 tahun.
"Hanya dalam 24 jam saja kondisi anak bisa dapat berubah dari yang hanya panas menjadi berbahaya," jelasnya.
Atilla pun memaparkan gejala anak diatas 1 tahun yang terkena IMD. Antara lain demam, sakit pada punggung atau leher, sakit kepala mual atau muntah-muntah, leher kaku, dan bercak ruam ungu kemerahan.
Kemudian pada bayi, gejala IMD tidak mudah untuk dilihat, namun gejala ini bisa menjadi perhatian para orang tua. Antara lain rewel, lesu, tidur sepanjang waktu, menolak menggunakan botol, menangis saat digendong dan tidak bisa ditenangkan saat menangis. "Kemudian ubun-ubun yang menonjol (pada bayi), perubahan perilaku serta demam," tuturnya.
Atilla melanjutkan, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya Invasive Meningococcal Disease, yaitu kontak erat dengan orang yang terinfeksi, asap rokok (aktif & pasif), pemukiman yang padat, perubahan iklim, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan riwayat infeksi saluran pernafasan atas.
Dia menegaskan, IMD memang dapat diobati, tapi IMD dapat meninggalkan 'jejak' seperti kelumpuhan, tuli, dan juga kerusakan otak. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, pencegahan terbaik untuk meningitis adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi diutamakan diberikan untuk anak-anak di bawah usia 5 tahun, dan juga anak kelompok usia remaja berusia 11-18 tahun. Saat ini vaksinasi untuk mencegah IMD sudah tersedia di Indonesia.
"Mari kita melindungi orang-orang tersayang kita dengan vaksinasi. Buat kamu yang ingin mendapatkan vaksinasi pencegah IMD, Anda bisa konsul ke dokter," kata Atilla.