Senin 22 Mar 2021 15:38 WIB

Mendalami Risiko Penggumpalan Darah Vaksin AstraZeneca

Vaksin AstraZeneca dihentikan peluncurannya di sejumlah negara Eropa.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Vaksin AstraZeneca dihentikan peluncurannya di sejumlah negara Eropa.
Foto: Republika
Vaksin AstraZeneca dihentikan peluncurannya di sejumlah negara Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Hadirnya vaksin untuk menangkal penyakit Covid-19 dianggap luar biasa karena merupakan inovasi untuk menyelamatkan hidup banyak orang. Akan tetapi, seperti halnya prosedur medis lain, ada potensi kerugian penggunaannya selain uji keamanan dan efektivitas vaksin.

Salah satu vaksin yang telah dihentikan peluncurannya di Eropa adalah vaksin AstraZeneca (AZ). Ada belasan negara yang telah memutuskan untuk menghentikan distribusi vaksin AZ karena kekhawatiran akan efek samping penggumpalan darah, sementara negara lain tetap melakukannya.

Baca Juga

Ahli epidemiologi Gideon Meyerowitz-Katz menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Kondisi itu membuat pengidapnya mengalami penggumpalan darah yang terbentuk pada dinding pembuluh darah dan dapat menyebabkan masalah kesehatan serius.

Gideon berpendapat, apa yang terjadi dengan vaksin AZ adalah bahwa beberapa negara telah melihat peningkatan risiko yang sangat kecil tetapi berpotensi signifikan. Pasalnya, terjadi jenis pembekuan darah yang langka dalam data pemantauan.

Tidak heran jika peluncuran vaksin dihentikan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Bagus tidaknya keputusan itu dianggap Gideon tergantung pada beberapa hal, serta keputusan otoritas kesehatan di Jerman, Norwegia, Spanyol, dan sederet negara lain.

Menurut badan pengatur negara-negara yang terlibat, kasus penggumpalan darah yang langka namun serius itu terjadi di otak, yang disebut trombosis sinus vena.  Sebagian besar terjadi pada pasien dalam rentang usia antara 20-55 tahun.

Badan kesehatan masyarakat Jerman telah menerbitkan temuan mereka, menunjukkan bahwa ada total tujuh kasus pembekuan darah pada 1,6 juta orang yang divaksinasi berusia 20-55 tahun. Perbandingannya terbilang kecil dalam tingkat populasi.

Jika benar bahwa ketujuh penggumpalan itu disebabkan oleh vaksin, maka itu berarti ada satu kasus penggumpalan per 230 ribu suntikan atau 0,00044 persen. Tingkat risikonya untuk orang-orang yang telah mendapat vaksinasi AZ hanya sebesar 0,00038 persen.

Gideon membandingkannya dengan risiko Covid-19.  Bahkan orang berusia 20 tahun tidak kebal terhadap penyakit tersebut, dan meskipun risiko kematian mereka jauh lebih rendah daripada kelompok lanjut usia, ada sekitar satu kematian per 16 ribu infeksi.

"Jadi jika vaksin benar-benar menyebabkan pembekuan darah ini, yang bisa berakibat fatal, maka risiko kematian akibat Covid-19 untuk anak berusia 20 tahun sekitar 15 kali lebih tinggi daripada risiko mengalami penggumpalan darah," tutur Gideon.

Sinyal risiko penggumpalan darah dinilainya cukup kecil dan tidak lebih buruk daripada terkena penyakit Covid-19. Gideon mengimbau agar masyarakat dunia yang sudah terlanjur mendapat vaksin AZ atau akan mendapat suntikan dari varian tersebut tidak ketakutan berlebihan.

Sebagai pekerja rumah sakit di Australia, Gideon sendiri dijadwalkan mendapatkan vaksin AZ dalam dua bulan ke depan. Menurutnya, tidak ada yang salah atau mengkhawatirkan dari hal itu.

Pakar penyakit kronis yang berdomisili di Sydney itu mengutip laporan regulator medis Inggris (MHRA) yang mendukung pernyataannya. Hanya ada tiga kasus penggumpalan darah dari 10 juta dosis vaksin AZ yang sudah diberikan ke khalayak Inggris.

"Risiko ini kecil pada tingkat individu. Berdasarkan bukti yang ada, seseorang lebih berisiko tenggelam di bak mandi atau tersambar petir daripada mengalami pembekuan darah yang disebabkan oleh vaksin AZ," tuturnya, dikutip dari laman Science Alert, Senin (22/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement