REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr Aida Lydia mengatakan kasus gagal ginjal umumnya disebabkan penyakit hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol yang menimbulkan komplikasi ke ginjal. Gagal ginjal juga disebabkan oleh radang ginjal, penyakit bawaan serta penyakit infeksi.
Sebenarnya, ada sejumlah tanda yang bisa seseorang alami saat ginjalnya mengalami penurunan fungsi atau kerusakan. Tanda itu antara lain urine atau keluarnya sel darah merah dari urine, pemeriksaan darah ada peningkatan kreatinin, biopsi ginjal atau pencitraan.
Pemeriksaan fungsi ginjal bisa melalui pemeriksaan LFG atau laju filtrasi glomelurus yang apabila di bawah 60 menandakan sudah ada gangguan ginjal. "Apabila hasilnya di bawah angka 15 artinya sudah masuk dalam tahap gagal ginjal atau gangguan sudah sangat lanjut," kata Aida dalam virtual briefing, dikutip Kamis (11/3).
Pada tahap gagal ginjal, pasien akan membutuhkan terapi pengganti ginjal. Saat ini ada tiga pilihan terapi yakni hemodialisis (HD), continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) serta transplantasi ginjal.
Dari sisi proses, HD dibantu mesin yang pelaksanannya dilakukan 2-3 kali seminggu di rumah sakit, sementara CAPD bisa dilakukan mandiri di rumah atau tempat kerja dan menjadi terapi pilhan pasien dengan gangguan jantung.
Pada terapi HD fungsi ginjal sisa cepat hilang sementara CAPD mempertahankan fungsi ginjal. Kemudian dari sisi mortalitas, CAPD pada 2-3 tahun pertama lebih rendah, sementara HD 2-3 tahun pertama lebih tinggi.
"Ketiga modalitas ini terapi terintegrasi. Pasien yang CAPD suatu saat perlu HD dan sebaliknya atau mendapatkan kesempatan transplantasi. Masing-masing terapi memiliki kelebihan dan kekurangan," kata Aida yang juga berpraktik di Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM.
Di Indonesia, pasien yang menjalani hemodialisis paling banyak usia produktif yakni 45-54 tahun diikuti usia 55-64 tahun. Terapi ini masih terbanyak dilakukan pasien dengan total 99 persen, ketimbang CAPD yang baru 1 persen dari layanan terapi pengganti ginjal. Sementara itu, masih sangat sedikit pasien yang menjalani transplantasi ginjal.
Dokter spesialis ginjal sekaligus gizi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Haerani Rasyid mengatakan, pasien yang mengalami masalah ginjal termasuk gagal ginjal akan mengalami keluhan-keluhan terkait pemenuhan nutrisinya seperti mual, menurunnya nafsu makan seiring penurunan fungsi ginjalnya. Akibatnya, dia rentan mengalami malnutrisi dan ini akan lebih menurunkan kualitas hidupnya.
"Kami mencoba memberikan intervensi nutrisi sesuai dengan beratnya penurunan fungsi ginjal serta modalitas terapi pada kondisi pasien, apa dia menjalani proses hemodialisis atau tidak," tutur dia.
Intervensi nutrisi yang dilakukan berupa pemberikan gizi sehat bagi pasien dengan komponen makronutirisi seperti karbohdirat, protein dan lemak, serta mikro seperti vitamin dan mineral.