Sabtu 30 Jan 2021 04:50 WIB

Vaksin Johnson & Johnson Miliki Efikasi Hanya dengan 1 Dosis

Johnson & Johnson klaim efikasi 72 persen dalam mencegah Covid-19.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Friska Yolandha
Vaksin Covid-19 kelima, yang dibuat oleh perusahaan Amerika Serikat (AS) Johnson & Johnson, memberikan harapan baru. Sebab, vaksin ini hanya membutuhkan satu dosis untuk mencapai efikasi yang tinggi.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Vaksin Covid-19 kelima, yang dibuat oleh perusahaan Amerika Serikat (AS) Johnson & Johnson, memberikan harapan baru. Sebab, vaksin ini hanya membutuhkan satu dosis untuk mencapai efikasi yang tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Vaksin Covid-19 kelima, yang dibuat oleh perusahaan Amerika Serikat (AS) Johnson & Johnson, memberikan harapan baru. Sebab, vaksin ini hanya membutuhkan satu dosis untuk mencapai efikasi yang tinggi. 

Vaksin yang dibuat oleh anak perusahaan raksasa AS Janssen, yang berbasis di Belanda, telah diujicobakan di Inggris, menurut The Guardian. Beberapa negara yang telah memesannya adalah Inggris sebanyak 30 juta dosis dan Uni Eropa 400 juta dosis.

Dalam uji terakhir, perusahaan mengklaim vaksinnya mencapai efikasi 72 persen dalam mencegah Covid di AS. Namun, tingkat efikasi yang lebih rendah, yaitu 66 persen diamati secara global dalam uji coba besar yang dilakukan di tiga benua dan terhadap berbagai varian.

Hasil yang baru-baru ini diterbitkan dari uji coba awal menunjukkan vaksin memicu respons imun yang baik. Hanya satu suntikan yang menginduksi titer antibodi penawar pada 96 persen dan tanggapan sel-T pada setidaknya 80 persen sukarelawan yang divaksinasi. Beberapa percobaan sedang menyelidiki apakah dosis penguat kedua memberikan manfaat yang lebih baik.

Karena vaksin Janssen bisa diberikan dalam sekali suntikan, maka hasil uji cobanya pun sudah banyak diantisipasi. Artinya, persediaan vaksin pun akan bertambah. Pada negara-negara berpenghasilan rendah, program imunisasi akan lebih mudah karena tidak perlu penarikan kembali setelah tiga atau 12 pekan.

Janssen pada prinsipnya telah setuju untuk memasok hingga 500 juta dosis ke Covax. Ini adalah sebuah inisiatif PBB untuk mendapatkan vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah. Dengan angka demikian, ini merupakan pesanan terbesar kedua untuk Covax setelah vaksin AstraZeneca.

Badan Pengawas Obat dan Makanan di AS dan Badan Pengatur Produk Obat dan Kesehatan di Inggris telah melihat data awal. Mereka diharapkan untuk segera membuat keputusan tentang otorisasi darurat vaksin.

Tiga vaksin sejauh ini telah disahkan oleh berbagai regulator di seluruh dunia, yaitu Pfizer/BioNTech, Moderna, dan Oxford/AstraZeneca. Badan Obat Eropa diperkirakan akan menyetujui vaksin Oxford pada Jumat (29/1) ini. Vaksin keempat, dari Novavax, menerbitkan hasil dari uji coba tahap terakhir pada Kamis (28/1) dan sekarang juga akan diajukan untuk persetujuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement