Beberapa di antara penyakit bawaan itu tak direkomendasi untuk layak mendapatkan vaksin Sinovac, karena belum ada uji klinis mengenai efikasi dan keamanan vaksin terhadap populasi orang berpenyakit bawaan tersebut. Namun, Sally menekankan, rekomendasi ini berdasarkan data publikasi uji klinis tahap I dan II vaksin Sinovac. Bila nantinya ada hasil efikasi final setelah uji klinis tiga, tak menutup kemungkinan rekomendasi tersebut bisa berubah.
Sementara itu, kriteria orang berpenyakit bawaan yang layak disuntikkan vaksin Sinovac antara lain:
- orang yang memiliki reaksi anafilaksis, namun bukan akibat vaksinasi Covid-19, alergi obat, dan alergi makanan
- asma bronkial
- rhnitis
- dermatitis atopi
- penyakit paru obstruktif kronik
- tuberkulosis dalam pengobatan
- kanker paru dalam terapi
- interstitial lung disease
- penyakit hati (liver).
Tentunya, ada banyak catatan yang mengiringinya.
"Asma pun ada catatan. Jika asmanya tidak ada infeksi, baru layak diberikan vaksin Sinovac. Penyakit paru juga demikian," kata dia.
Lalu, PAPDI beserta PB IDI dan Kemenkes memberikan catatan ulang pada pengidap diabetes mellitus yang direkomendasikan layak untuk mendapatkan vaksin Sinovac. Catatan tersebut adalah pasien harus mengecek HBA1C terlebih dahulu.
Tantangannya, tak setiap rumah sakit memiliki fasilitas untuk mengecek HBA1C pada penderita diabetes.
"Akhirnya kami ubah, vaksin tidak diberikan kepada penderita diabetes kecuali RS bisa memeriksa itu atau HBA1C-nya terkontrol," tutur Sally.