REPUBLIKA.CO.ID, ST ANDREWS -- Pandemi Covid-19 mengubah banyak aspek fundamental dalam rutinitas sehari-hari. Masyarakat dipaksa mengurangi kontak sosial yang sangat penting bagi makhluk sosial. Itu mengarah kepada beragam bentuk penolakan.
Pelanggaran aturan akhirnya jadi hal biasa, meski pengawasan ketat juga dilakukan oleh pihak berwenang. Para psikolog pun mencermati sejauh mana ketahanan psikologis publik untuk bisa menyesuaikan perilaku di masa-masa sulit.
Psikolog sering merujuk pada "kesalahan atribusi fundamental", kecenderungan untuk menjelaskan perilaku yang berkaitan dengan karakteristik individu. Jika seseorang tidak mengikuti aturan pandemi, asumsinya dia tidak termotivasi melakukannya.
Namun, psikolog Stephen Reicher tidak sepakat dengan pandangan itu. Dia mengingatkan, saat di bawah tekanan, faktor lain memperburuk kondisi. Seseorang bisa mengalami serangan panik, bereaksi berlebihan, sehingga mengubah krisis menjadi tragedi.
Profesor psikologi di Universitas St Andrews Skotlandia tersebut mengingatkan perlunya melihat dari perspektif lain. Pasalnya, pihak berwenang membuat "kelelahan perilaku" sebagai dalih untuk penundaan sebagian aturan lockdown di beberapa daerah.
Ada ketakutan, masyarakat akan sukar mematuhi peraturan dan kooperatif melakoni regulasi pembatasan fisik. Padahal, saat lockdown diberlakukan, ternyata orang-orang tetap melakukannya meski mengeluh dan menderita.
Reicher yang merupakan anggota kelompok penasihat ilmu perilaku Sage berpendapat, justru pandemi menunjukkan masyarakat amat kooperatif. Buktinya, orang-orang saling membantu dan memberdayakan dengan rasa kebersamaan.
"Tetangga saling menanyakan kondisi, kelompok-kelompok relawan bermunculan, dan komunitas menyediakan sumber daya yang tidak dapat disediakan oleh negara," kata Reicher yang sudah menjadi psikolog selama lebih dari 40 tahun.
Dengan kata lain, psikologi ketahanan kolektif menggantikan psikologi kelemahan individu. Aksi kooperatif masyarakat menutupi kekurangan individu untuk kepentingan bersama, dikutip dari laman The Guardian, Rabu (6/1).