REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apa yang harusnya dilakukan jika sebuah brand atau perusahaan menghadapi krisis komunikasi? Bagaimana juga cara merancang strategi komunikasi efektif ketika sebuah perusahaan menghadapi konflik? Bagaimana juga relasi antara public relations dan kerja jurnalistik dalam merespons krisis yang menerpa image maupun reputasi sebuah brand atau perusahaan?
Deretan pertanyaan itu terangkum melalui buku Crisis Public Relations yang diluncurkan pada Kamis (10/12). Buku yang ditulis oleh dua praktisi PR dan seorang jurnalis ini menyuguhkan contoh kasus sekaligus pemecahan atas krisis komunikasi maupun public relations.
"Buku ini tidak sekadar menghadirkan teori-teori komunikasi saja tapi diperkuat dengan studi kasus yang sebagian besarnya berangkat dari pengalaman para penulisnya," kata Dr Firsan Nova, salah satu penulis Crisis PR ini dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (10/12).
Secara umum, buku setebal 428 halaman ini menghadirkan enam chapter dengan total 16 bab. Buku itu ditulis oleh Firsan Nova, Dian Agustine Nuriman dan Mohammad Akbar. Firsan dan Dian merupakan praktisi PR yang telah banyak menangani berbagai persoalan krisis komunikasi. Sementara Akbar adalah jurnalis dari media nasional yang juga pemegang gelar master di bidang ilmu komunikasi.
Firsan mengatakan hadirnya buku ini menjadi semacam oase akademis untuk melihat krisis yang muncul dari pandemi Covid-19. "Bisa dibilang buku Crisis PR ini menjadi salah satu buku rujukan berbahasa Indonesia paling lengkap yang membahas krisis, public relations, termasuk juga bagaimana solusi menghadapi krisis akibat pandemi seperti sekarang," ujarnya.
Sebagai salah satu srikandi penulis pada buku ini, Dian mengaku sangat tertantang untuk menuangkan pengalamannya melalui tulisan. Ia juga menyadari public relations itu sangat identik dengan kerja wanita. “Tapi justru pria yang mendominasi untuk terlibat langsung ketika menangani krisis PR pada sebuah perusahaan, terutama saat berhadapan langsung dengan khalayak di lapangan,” ujarnya.
Dian juga mengatakan kekuatan dari buku ini adalah menguliti secara detail hal-hal mendasar dari komunikasi publik, aktivitas public relations, strategi pemetaan isu, bagaimana menangani konflik hingga usaha melakukan proses engangement ketika krisis terjadi. “Semuanya dilengkapi dengan contoh-contoh yang relate dan sudah terjadi di sekitar kita,” kata wanita yang sedang menjalankan pendidikan Doktor Ilmu Komunikasi ini.
Akbar menambahkan kekuatan dari buku ini adalah narasi yang dihadirkan di dalam buku ini menggunakan pendekatan penulisan populer serta storytelling. Menurutnya, buku ini juga memaparkan relasi yang terjadi antara kerja jurnalistik dan aktivitas mengembalikan reputasi serta image yang terusik akibat krisis public relations.
“Buku ini menjelaskan bagaimana sikap media dan public relations harus saling berkolaborasi secara profesional untuk mengatasi krisis. Tanpa media maka upaya memulihkan krisis sangat sulit. Begitu juga, tanpa kehadiran profesional public relations maka krisis yang muncul tidak akan bisa diatasi,” jelas Akbar.
Buku Crisis PR yang terbit ini sesungguhnya melengkapi dari buku berjudul sama yang ditulis oleh Firsan Nova pada 2009. Tambahan dalam edisi terbaru ini di antaranya membahas konflik, resolusi konflik, engangement dan pendapat mendalam dari para praktisi PR papan atas Indonesia. Sejak terbit kali pertama pada 2009, buku ini telah disitasi lebih dari 700 research paper yang dipublikasikan oleh jurnal ilmiah, baik nasional maupun internasional.
Buku ini dirilis Kamis (10/12) secara online. Acara tersebut menghadirkan Benny S Butar Butar dan Nugraha Andaf yang memberikan ulasan buku tersebut.
“Buku ini menarik karena ditulis oleh seorang akademisi, wartawan, dan praktisi PR yang menjadi sebuah kemampuan yang cukup lengkap untuk menulis dan menyajikan krisis dengan kuat,” ujar Benny.
Ulasan yang diberikan Benny menjelaskan bahwa buku memiliki kelengkapan relasi dalam memahami krisis. Buku ini ditulis dari berbagai macam prespektif, terutama sudut pandang media. “Relasi para penulis harus dijaga karena seorang praktisi PR sulit untuk membangun jembatan, dengan memahami media maka mampu memberikan angin segar dalam menangani krisis,” tuturnya.
Benny menambahkan, dalam sudut pandang prespektif bahwa buku ini menjelaskan tahap-tahap penanganan krisis yang jelas dengan kombinasi krisis nasional maupun internasional.
Dalam prespektif praktis Benny menjelaskan bahwa buku ini menunjukkan bahwa setiap krisis itu unik. “Kumpulan kemampuan untuk influencing people bahkan mengambil keputusan.” Katanya.
Buku ini juga mendapatkan 44 testimoni dari berbagai pihak. Mulai dari praktisi humas pemerintah, perusahaan swasta, akademisi, polisi, jurnalis hingga pebisnis papan atas Indonesia. Buku yang diterbitkan oleh Nexus ini merupakan kerja sama dengan NAGARU Communication. Didukung oleh Andaf Corporations dan @2N_prnavigation.