Rabu 09 Dec 2020 06:55 WIB

Waspada, Ini Ciri-Ciri Investasi Bodong

Ajakan investasi bodong atau pinjaman online ilegal biasanya melalui SMS.

Warga melintas di dekat poster edukasi cara menghindari investasi bodong di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yogyakarta, Rabu (4/11/2020). Satgas Waspada Investasi (SWI) yang beranggotakan 13 kementerian dan lembaga pada Oktober ini menemukan dan memblokir 206 fintech lending ilegal dan 154 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Warga melintas di dekat poster edukasi cara menghindari investasi bodong di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yogyakarta, Rabu (4/11/2020). Satgas Waspada Investasi (SWI) yang beranggotakan 13 kementerian dan lembaga pada Oktober ini menemukan dan memblokir 206 fintech lending ilegal dan 154 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) memaparkan sejumlah ciri umum praktik investasi bodong termasuk pinjaman daring ilegal. Investasi bodong semacam ini harus dihindari masyarakat agar tidak menjadi korban dan menimbulkan kerugian.

"Karakteristik umum investasi bodong, pertama tidak secara eksplisit menyatakan terdaftar di OJK, tidak ada logo OJK," kata Analis Ekonomi Policy Center Iluni UI Fadli Hanafi dalam webinar terkait perlindungan konsumen industri keuangan di Jakarta, Selasa (8/12).

Baca Juga

Selain itu, besaran imbal hasil yang tidak wajar, bahkan ada yang menjanjikan dua persen setiap hari. Ajakan untuk investasi itu, kata dia, bahkan melalui pesan singkat yakni SMS atau melalui pesan aplikasi Whatsapp yang disebar kepada masyarakat.

Selanjutnya, periode pembayaran imbal hasil tidak wajar atau dengan tempo waktu yang cepat dan domisili perusahaan yang tidak jelas.

Kemudian, proses administrasi yang sangat mudah, kata dia, juga perlu dicurigai sebagai investasi bodong. Misalnya, lanjut dia, syarat hanya melampirkan KTP atau kartu keluarga (KK).

"Begitu terjadi gagal bayar, tidak jarang kita temui informasi pribadi kemudian diupload, mempermalukan yang bersangkutan dan tentu ini sangat tidak baik," imbuhnya.

Ia menambahkan sejak 2019 pengaduan terkait perusahaan teknologi keuangan atau Fintech pinjam meminjam dalam jaringan (P2P lending) paling banyak diadukan masyarakat. Pihaknya mengapresiasi OJK melalui perlindungan konsumen, kasus tersebut pada tahun ini menurun 45 persen.

Ia juga mengungkapkan pengaduan terkait multi level marketing (MLM) ilegal juga turun 47,37 persen, kriptokurensi juga turun 53,8 persen, forex/future trading turun 67,26 persen. Namun, dua sektor perlu mendapat perhatian karena meningkat mencapai 58,3 persen yakni terkait investasi uang dan gadai ilegal mencapai 10,29 persen.

Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Edy Halim dalam kesempatan yang sama mengungkapkan selama 2020, pengaduan sektor keuangan yang masuk di BPKN mencapai 191 pengaduan konsumen selama periode Januari-2 Desember 2020.

Rinciannya, kata dia, paling banyak terkait non-bank mencapai 56 pengaduan, investasi (55), perbankan (39), uang digital (10), asuransi (29).

Ia menjabarkan aduan di sektor keuangan di antaranya terkait leasing kendaraan, kredit pemilikan rumah dan kredit pemilikan apartemen, pembobolan kartu kredit dan tabungan nasabah, asuransi, pinjaman online (fintech) dan reksadana investasi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement