REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tahun, sekitar 3,2 juta kucing di Amerika Serikat ditempatkan di penampungan hewan. Ada banyak alasan mengapa itu terjadi, salah satunya alergi. Kucing adalah hewan pemicu alergi paling umum di dunia dan setidaknya 10 persen orang Amerika menunjukkan beberapa gejala.
Gejala ini mungkin ringan, tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius terutama bagi anak-anak yang berisiko terkena asma. Meskipun ada berbagai cara untuk mengobati alergi, kebanyakan orang mengatasi alergi dengan menjauhkan kucing.
“Padahal penyakit apapun, Anda harus mengatasi akar penyebabnya, bukan hanya gejalanya. Jadi pengobatan lebih optimal,” kata Gary Jennings, ahli biokimia dan CEO dari perusahaan biotek Swiss HypoPet.
Sebagai solusi, HypoPet saat ini sedang mengerjakan pengobatan alternatif untuk alergi kucing berupa vaksin untuk kucing. Vaksin ini bertujuan untuk mencegah kucing memproduksi allergen utama yang disebut Fel d 1, protein yang diproduksi di berbagai kelenjar kucing seperti air liur dan pada kulitnya. Fel d 1 adalah penyebab utama reaksi alergi kucing pada manusia.
HypoPet juga sedang mengerjakan vaksin eksperimental yang disebut Fel-CuMV (atau HypoCat), yang menggabungkan partikel dari virus yang dilekatkan pada protein Fel d 1. Vaksin tersebut menipu sistem kekebalan kucing untuk mengenali protein sebagai penyusup asing. Ini menginduksi produksi antibodi yang menetralkan protein Fel d 1, yang pada dasarnya menghilangkan keberadaannya di tubuh kucing.
HypoPet telah mengembangkan vaksin sejak 2014 dan bekerjasama dengan Universitas Zurich. Pada Juli 2019, mereka menerbitkan sebuah makalah di Journal of Allergy and Clinical Immunology yang melaporkan hasil dari sejumlah penelitian tentang efek vaksin pada 70 kucing, yang menunjukkan bahwa vaksin tersebut berhasil menginduksi respons antibodi yang berkelanjutan pada kucing. Mereka juga mencatat bahwa sampel air liur kucing mengandung konsentrasi protein alergen yang lebih rendah, dan secara keseluruhan, vaksin tersebut tampaknya tidak membahayakan hewan.
Pada Maret 2020, mereka mempublikasikan hasil studi klinis jangka panjang pada 10 pemilik kucing dengan alergi kucing. Kucing-kucing itu di vaksinasi dan selama dua tahun, gejala penderita alergi manusia dilacak. Pemilik kucing menunjukkan penurunan yang signifikan dalam gejala alergi mereka, sehingga dapat menghabiskan waktu yang lebih lama untuk berinteraksi langsung dengan kucing sebelum mengembangkan gejala.
“Vaksin HypoCat adalah solusi praktis bagi pemilik kucing yang alergi karena berapa lama reaksi antibiotik tersebut berlangsung. Kami pikir ini akan hemat biaya dan nyaman bagi pemilik kucing,” kata Jennings seperti dilansir dari laman Discover Magazine pada Sabtu (21/11).
Metode pencegahan lain untuk alergi kucing adalah dengan menghapus gen yang menghasilkan protein Fel d 1, secara efektif membuat kucing benar-benar hipoalergenik. Metode ini sedang diuji oleh perusahaan yang berbasis di Virginia, Indoor Biotechnologies, yang meneliti dan mengembangkan alat untuk mengukur berbagai jenis alergen dalam ruangan.
Presiden dan CEO Martin Chapman, mantan profesor mikrobiologi di University of Virginia, menyatakan perusahaan telah meneliti perangkat lunak pengedit gen CRISPR pada kucing selama dua tahun terakhir. Proyek yang dikenal sebagai CRISPR Cat, dipimpin oleh ahli biologi Nicole Brackett.
Brackett mengatakan, timnya saat ini sedang bekerja untuk memperoleh dan menguji sampel dari berbagai jenis kucing untuk membandingkan struktur genetik dan produksi Fel d 1 dari spesies kucing yang berbeda. Namun ada kekhawatiran, teknologi CRISPR dapat menyebabkan efek negatif pada kucing, misalnya hal itu dapat mengubah bagian lain dari genom dan menyebabkan mutasi yang tidak terduga pada kucing.