Ahad 08 Nov 2020 04:05 WIB

Malnutrisi Penyebab Tinggi Badan Anak tidak Optimal

Tinggi badan anak usia 19 tahun di Belanda dan Bangladesh beda sekitar 20 cm.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Seorang balita di ukur tinggi badanya ketika dilakukakanya posyandu secara door to door di kawasan Rw 01 Kebon Baru, Tebet, Jakarta, Senin (10/8). Nutrisi yang buruk benar-benar berpengaruh pada tumbuh kembang anak di seluruh dunia.
Foto: Prayogi/Republika
Seorang balita di ukur tinggi badanya ketika dilakukakanya posyandu secara door to door di kawasan Rw 01 Kebon Baru, Tebet, Jakarta, Senin (10/8). Nutrisi yang buruk benar-benar berpengaruh pada tumbuh kembang anak di seluruh dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Sebuah studi terbaru menemukan bahwa malnutrisi yang dialami anak-anak usia sekolah menyebabkan kesenjangan tinggi badan hingga 20 sentimeter. Nutrisi yang buruk benar-benar berpengaruh pada tumbuh kembang anak di seluruh dunia.

Para peneliti dari Imperial College of London (ICL) menganalisis data 65 juta anak berusia antara lima hingga 19 tahun di 193 negara. Peneliti melakukan peninjauan sejak tahun 1985 hingga 2019.

Baca Juga

Peneliti menemukan perbedaan besar dalam tinggi dan berat badan yang keduanya merupakan indikator kesehatan dan kualitas makanan. Menurut penelitian ini, ada perbedaan 20 sentimeter pada tinggi anak usia 19 tahun di Belanda dan Bangladesh.

Rata-rata anak perempuan berusia 19 tahun di Bangladesh dan Guatemala memiliki tinggi yang sama dengan rata-rata anak perempuan berusia 11 tahun di Belanda. Bangladesh dan Guatemala memiliki anak perempuan terpendek, sedangkan Belanda memiliki anak laki-laki dan perempuan tertinggi.

 

Studi tersebut juga menemukan bahwa di banyak negara, anak usia lima tahun memiliki berat dan tinggi badan yang sehat sesuai standar WHO. Namun, pasca lima tahun, beberapa anak tidak mengalami pertumbuhan yang optimal.

“Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan antara investasi dalam perbaikan gizi pada anak usia prasekolah, anak usia sekolah, dan remaja,” kata Majid Ezzati dari ICL seperti dikutip dari Times Now News pada Jumat (7/11).

“Masalah ini sangat penting selama pandemi Covid-19 ketika sekolah-sekolah ditutup dan banyak keluarga miskin tidak dapat memberikan nutrisi yang memadai untuk anak-anak mereka,” kata dia.

Sementara itu, anak-anak tertinggi dalam rentang waktu penelitian ditemukan di Eropa barat dan tengah. Para peneliti menemukan bahwa peningkatan terbesar selama periode penelitian tercatat di negara berkembang seperti Cina, Korea Selatan, dan beberapa bagian Asia Tenggara.

Studi ini juga melihat Index Massa Tubuh (BMI) anak-anak untuk memahami berat badan yang sehat. Hasilnya ditemukan bahwa anak laki-laki berusia 19 tahun dengan BMI tertinggi ditemukan di Kepulauan Pasifik, Timur Tengah, Amerika Serikat (AS), dan Selandia Baru.

BMI anak laki-laki usia 19 tahun paling rendah terdapat di negara-negara Asia Selatan, seperti India dan Bangladesh. Para peneliti memperkirakan bahwa perbedaan antara negara-negara dengan BMI tertinggi dan terendah dalam studi ini sekitar 25 kilogram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement