REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika asal jenama Swedia Acne Studios menggelar peragaan busana di Paris, Prancis pada Januari 2020 lalu, mereka memesan puluhan mangkuk nasi ramah vegan untuk para kru dan model di belakang panggung pada Januari 2020 lalu. Pebisnis katering Pearlyn Lee pun kebanjiran order dari situ.
Sejak pandemi memaksa sebagian besar merek ternama dan membatalkan fashion show, Lee gigit jari. Bahkan, ketika beberapa jenama terbesar dunia kembali ke Paris pada Senin (28/9), hanya sedikit yang merencanakan peragaan busana. Hal itu merupakan pukulan keras bagi penata rias, spesialis pencahayaan, katering, dan ratusan bisnis lain dalam ekosistem catwalk.
"Pada dasarnya, bisnis katering pun hilang dan saya tidak yakin kapan akan kembali," kata Lee yang tahun lalu dapurnya sangat sibuk sekali.
Mulai Senin ini, 85 merek akan memamerkan koleksi busana perempuan dalam Paris Fashion Week. Hanya 19, di antaranya Chanel dan LVMH milik Christian Dior dan Louis Vuitton, yang masih mengadakan fashion show, karena mempertimbangkan aspek sosial.
Yang lain mengadakan peragaan busana kecil dengan janji temu atau streaming video. Desainer pemula tidak mampu menyewa tempat besar untuk penonton dalam jumlah kecil.
“Atau, mereka juga tidak mau ambil risiko pembatalan pada menit-menit terakhir,” kata perwakilan rumah produksi dan pemberitaan Mephistopheles, Stephane Vienne.
Tak satu pun dari 14 pelanggan reguler Mephistopheles mengadakan acara pekan depan. Pada tahun normal, setiap acara akan menelan biaya setidaknya 30 ribu hingga 40 ribu euro, sekitar Rp 522 juta hingga Rp 696 juta.
"Kami biasa melakukan empat pertunjukan sehari, seluruh anggaran kami berasal dari acara-acara ini," kata Vienne kepada Reuters.
Kini, pesta-pesta kecil saja menjadi rumit karena kasus virus corona di Prancis meningkat dan pembatasan pertemuan diperketat. Namun, dia optimistis pendapatan akan meningkat lagi dalam jangka panjang, karena merek-merek itu juga mencoba menjangkau pembeli secara virtual.
"Sektor fesyen dan industri acara benar-benar sudah terlupakan dalam krisis ini," kata manajer Hotel Le Marois, Valerie Taieb, dikutip Channel News Asia.
Tim Taieb yang terdiri dari sekitar 20 orang hanya kembali bekerja paruh waktu. Le Marois masih mengandalkan bantuan parsial dari kotanya.
Model pun terdampak pandemi Covid-19. Saat pemotretan untuk La Metamorphose di Hotel Le Marois, peragawati berusia 25 tahun, Tiffany Fournier, mengatakan bahwa sekarang masa paceklik. Meskipun dia masih mendapat tawaran kampanye majalah dan iklan, tapi jumlahnya sangat sedikit.
"Saya belum pernah menerima job catwalk lagi sejak Februari," kata Fournier.
Beberapa jenama besar telah berusaha untuk mengadakan fashion show ketika memang memungkinkan, karena juga untuk mendukung pemasok dan bisnis lainnya. Desainer juga ingin menjaga koneksi dengan pembeli dan media profesional.
"Ada energi dan kegembiraan, ada musik, model pertama yang tampil di catwalk, tepuk tangan di akhir. Itu tidak ada dalam format digital," kata pencipta merek Prancis AMI, Alexandre Mattiussi.
AMI berencana mengadakan fashion show pada 3 Oktober 2020 dengan kurang dari 150 tamu saja. Padahal, biasanya mereka mengundang 600 hingga 700 tamu.