REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masker medis merupakan salah satu Alat Pelindung Diri (APD) yang krusial untuk melindungi keselamatan para tenaga kesehatan dalam penanganan Covid-19 di garda terdepan. Untuk perlindungan yang optimal, diperlukan masker medis yang terjamin standarnya.
Berangkat dari hal ini, Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan tiga SNI Masker Medis. Ketiga SNI tersebut merupakan adopsi identik dari standar internasional yakni ASTM dan EN.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal BSN Wahyu Purbowasito mengatakan dokumen SNI Masker Medis ini menjelaskan konstruksi, desain, persyaratan kinerja, dan metode pengujian untuk masker medis. Tujuannya adalah untuk membatasi penularan agen ifneksi dari staf ke pasien selama prosedur pembedahan dan pengaturan medis lainnya.
"Masker medis dengan penghalang mikroba yang sesuai juga dapat efektif dalam mengurangi emisi agen infektif dari hidung dan mulut carrier asimptomatik atau pasien dengan gejala klinis," jelas Wahyu dalam siaran pers yang diterima republika.co.id, Selasa (8/9).
Persyaratan mutu pada masker medis juga dilihat dari bacterial filtration efficiency (BFE), microbial cleanliness, differential pressure, infective agent, splash resistance, serta efisiensi filtrasi partikulat sub micron (PFE). Yang dimaksud dengan BFE adalah efektivitas material masker medis dalam mencegah lewatnya bakteri aerosol.
Sedangkan differential pressure menunjukkan tingkat permeabilitas udara dari masker, diukur dengan menentukan perbedaan tekanan di masker dalam kondisi aliran udara, suhu dan kelembaban tertentu.
Differential pressure merupakan indikator "kemampuan bernapas" dari masker. Dengan kata lain, differential pressure adalah indikator seseroang nyaman bernapas atau tidak saat menggunakan masker.
"(Hal tersebut) juga dihitung dalam standar ini," tambah Wahyu.
Terkait persyaratan mutu dalam SNI, indikator untuk pengujian BPE adalah pada tipe I lebih dari sama dengan 95 persen, pada tipe II lebih dari sama dengan 98 persen, tipe IIR lebih dari sama dengan 98 persen, dengan tipe pengujian sesuai dengan SNI EN 14683 Annex B. Dengan demikian, masker medis memiliki daya filtrasi yang lebih tinggi dibanding masker kain.
Berbeda dengan masker kain, masker medis memerlukan izin edar. Saat ini, SNI Masker Medis memang masih bersifat sukarela. Namun, regulasi dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) meminta hasil uji masker sesuai SNI yang berlaku sebagai syarat diterbitkannya izin edar dari Kemenkes.
Saat ini ada tiga jenis masker yang beredar di pasaran. Ketiganya adalah masker kain, masker medis, dan masker N95. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, jumlah produksi masker sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 mengalami peningkatan.
Berdasarkan data per 24 Agustus 2020, jumlah izin edar pada 2019 berjumlah 104 sedangkan pada 2020 berjumlah 275 untuk masker medis. Izin edar utnuk produk impor yang dikeluarkan Kemenkes pada pada 2019 berjumlah 31, sedangkan pada 2020 berjumlah 40.
Sementara untuk masker KN95, jumlah izin edar pada 2019 belum ada, sedangkan pada 2020 ada sebanyak lima izin edar. Untuk produk impor KN95, jumlah izin edar pad 2019 berjumlah 1 dan berjumlah 22 pada 2020.
Penerapan SNI pada masker medis perlu didorong agar tercipta persyaratan mutu yang ketat. Dengan perysaratan mutu ketat, pengguna masker medis bisa merasa jauh lebih nyaman. Efektivitas masker pun akan lebih baik bila masker digunakan dengan cara yang benar. Ketersediaan masker medis sesuai standar juga diharapkan dapat membantu tugas mulia para dokter dan tenaga medis dalam menolong orang lain.