REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan tayangan iklan dan promosi rokok bagi anak dan remaja dapat menyebabkan kesalahpahaman tentang risiko jangka panjang yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok, terutama kesehatan. Ironisnya, hasil riset Global Youth Tobacco Survey (GYTS) oleh WHO pada tahun 2015 menyatakan, lebih dari setengah pelajar di Indonesia menyaksikan dan menyadari tayangan rokok di televisi, video, dan film.
"Tayangan iklan dan promosi rokok ini dapat juga menyebabkan perilaku kecanduan sejak dini," ungkap Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia wilayah Jakarta, Anna Surti Ariani, dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (18/8).
Anna menjelaskan, selama ini rokok dicitrakan dan diasosiasikan dengan hal positif sebagai sesuatu yang “menarik”, “keren”, dan “berani”. Pesan yang disampaikan oleh iklan rokok dapat diterima begitu saja tanpa proses filtrasi oleh seseorang yang belum mempunyai daya kritis, seperti anak-anak.
Menurut Anna, daya kritis baru muncul lebih nyata pada anak usia remaja. Padahal, iklan dan promosi rokok setiap hari ditayangkan dan dilihat oleh anak-anak melalui media massa, media luar ruang, maupun media sosial.
"Sehingga, ketika seorang anak melihat visual iklan rokok dan asosiasi positif tentang rokok, maka anak tersebut dapat mencerna dan memiliki sikap lebih positif terhadap perilaku merokok dan anak itu memiliki kecenderungan intensi yang lebih tinggi untuk merokok," tutur psikolog yang akrab disapa Nina ini.
Penelitian-penelitian membuktikan bahwa pola asuh memengaruhi kecenderungan perilaku anak terhadap kebiasaan merokok. Nina menyebut diperlukan pola asuh yang mengedepankan komunikasi dua arah antara anak dan orang tua mengenai dampak yang ditimbulkan dari merokok, salah satunya bahaya zat-zat yang terkandung di dalam rokok terhadap kesehatan dalam jangka panjang.