Senin 27 Jul 2020 20:57 WIB

Pakar: Sekolah Asrama-Pesantren Sebaiknya tak Dibuka Dulu

Sekolah asrama dan pesantren direkomendasikan buka saat masa kebiasaan baru.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Reiny Dwinanda
Ssantri mengikuti tes kesehatan oleh tim gugus tugas Covid-19 di Pondok Pesantren MTs MA NU Assalam Tanjungkarang, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Kamis(9/7/2020). Sebanyak 760 santri yang datang dari berbagai daerah mengikuti protokol kesehatan seperti cek suhu tubuh, edukasi tentang kesehatan hingga pemberian vitamin dan obat sebelum dimulai proses belajar guna mencegah penyebaran Covid-19.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Ssantri mengikuti tes kesehatan oleh tim gugus tugas Covid-19 di Pondok Pesantren MTs MA NU Assalam Tanjungkarang, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Kamis(9/7/2020). Sebanyak 760 santri yang datang dari berbagai daerah mengikuti protokol kesehatan seperti cek suhu tubuh, edukasi tentang kesehatan hingga pemberian vitamin dan obat sebelum dimulai proses belajar guna mencegah penyebaran Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kesehatan anak berpendapat, sekolah asrama dan pesantren sebaiknya tak dibuka terlebih dahulu. Seruan itu digaungkan di tengah masa transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam rangka mengurangi penularan penyakit Covid-19.

"Sekolah asrama dan pesantren lebih baik tidak dibuka dulu, kita tunggu masa kebiasaan baru,” jelas Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Sri Rezeki Hadinegoro SpA(K) dalam webinar Kesehatan Anak di Sekolah Berasrama Pesantren dan Sekolah Asrama yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Sabtu (25/7).

Baca Juga

Seperti apa idealnya pembukaan sekolah asrama dan pesantren? Menurut Sri, ketika masa kebiasaan baru telah ditetapkan, pesantren dan sekolah asrama bisa diselenggarakan secara bertahap. Dia mencontohkan, misalnya, pada satu sekolah memiliki 100 santri atau siswa.

Penyelenggaraannya adalah dengan memperbolehkan 50 persen dari jumlah santri pada satu bulan pertama.  Jika satu bulan pertama aman dan tidak ditemukan kasus penularan, maka pihak pesantren atau asrama bisa melanjutkan hingga 100 persen pada bulan kedua.

photo
Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan protokol kesehatan bagi pesantren pada masa pandemi virus corona atau Covid-19. - (Pusat Data Republika, Kemenag)

"Jika lebih dari 100, maka bisa dikurangi kuotanya menjadi 25 persennya saja. Kalau aman, baru lanjut bulan ke dua bertambah menjadi 50 persen, dan seterusnya,” jelas Sri yang dokter spesialis anak.

Sri juga mengingatkan pengadaan atau tes cepat Covid-19 sebelum masuk ke sekolah merupakan hal yang tidak dianjurkan. Ia menjelaskan, tes cepat bukan dilakukan untuk penapisan (screening), namun hanya sebagai rujukan pemetaan.

"Yang paling benar ya harus di tes swab/ pada saat akan masuk sekolah dan melakukan jaga jarak di dalam sekolah,” ungkap Sri.

Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama empat menteri, yaitu Mendikbud, Menkes, Menag, dan Mendagri, beberapa sekolah yang berada di wilayah zona hijau diperbolehkan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara luring. Namun, jika masih zona merah, maka penyelenggaraan kegiatan belajar pun dilakukan secara daring sampai wilayah tersebut berubah menjadi zona hijau atau aman.

Sri mengatakan, hal yang paling penting pada saat penyelenggaraan pesantren dan asrama adalah kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu, kerja sama dengan banyak pihak, termasuk dinas kesehatan pun sangat dianjurkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement