Ahad 28 Jun 2020 00:20 WIB

Cemas yang tak Disembuhkan Bisa Jadi Bom Waktu

Ada dampak yang terjadi jika kecemasan tak kunjung disembuhkan.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Esthi Maharani
Kecemasan sosial. Ilustrasi
Foto: Antara
Kecemasan sosial. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cemas berlebih saat pandemi merupakan hal yang wajar karena kita menghadapi situasi yang sangat baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, menurut Praktisi Mindfulness dan Emotional Healing, Adjie Santosoputro, ada dampak yang terjadi jika kecemasan tak kunjung disembuhkan.

"Kecemasan akan masuk ke bawah dasar dan itu bisa menjadi bom waktu," kata Adjie dalam webinar Hidrasi Sehat dan Mindfulness untuk Kurangi Kecemasan Hadapi Normal Baru, oleh Danone Aqua, beberapa waktu lalu.

Ketika kecemasan di bawah sadar, kata dia, tubuh memberikan kode yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, suasana hati menjadi mudah berubah, mudah marah dan mudah tersinggung. Selain itu, jika cemas sudah berada di alam bawah sadar, biasanya kita menghadapi kondisi yang serba tidak nyaman. Rasa bahagia yang terjadi pada diri sendiri pun terasa hambar atau palsu.

"Tidak ada rasa lega atau plong, serba terburu-buru dan tergesa-gesa. Lalu produktivitas pun turun. Itu tanda bahwa kecemasan masuk ke alam bawah sadar dan belum disembuhkan," jelas dia.

Karena kesehatan mental sangat berkaitan erat dengan kesehatan fisik, maka jika kesehatan mental turun pun kesehatan fisik ikut turun. Tubuh jadi mudah terasa lelah, pegal-pegal, dan mungkin bersuhu panas.

"Kalau fisik sudah mulai ikut ngedrop, baru deh kita sadar bahwa penting ya ternyata bagi kita untuk menjaga jiwa dan raga kita agar selalu sehat," kata Adjie.

Adjie mengatakan, jika kita telah sadar bahwa kita telah cemas maka kita perlu mengakui terlebih dahulu adanya kecemasan ini. Salah satu caranya adalah dengan mengobrol bersama-sama dan berdiskusi mengenai kecemasan dengan orang-orang yang dikenal.

Selain itu, kita harus memahami bahwa kecemasan merupakan persoalan ini ada di dalam diri kita, dan bukan di luar kita. "Kita perlu punya pola pikir kalau yang bikin kondisi cemas itu kita sendiri, bukan faktor eksternal kita," jelas Adjie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement