Senin 22 Jun 2020 05:18 WIB

Daftar Paspor Paling Sakti di Dunia di Masa Pandemi Covid-19

Paspor yang memiliki akses bebas visa paling sedikit adalah Suriah dan Irak.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nidia Zuraya
Paspor (Ilustrasi)
Paspor (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Makna sebuah paspor lebih dari sekadar cara untuk mengambil liburan lebih dari dua minggu. Paspor juga berarti menunjukkan tempat asal di dunia, tempat yang bisa dikunjungi dan durasinya, manfaat yang berhak didapatkan, serta bagaimana pemilik diperlakukan di seluruh dunia.

Henley Passport Index, baru-baru ini memgeluarkan sebuah hasil studi menghitung paspor paling kuat di dunia pada tahun 2020. Termasuk di dalamnya melihat warga negara mana yang dapat bepergian dengan bebas tanpa memerlukan visa.

Baca Juga

Dilansir di Forbes, berada di posisi pertama adalah negara Jepang. Posisi ini sempat sengit dengan Singapura pada tahun 2019.

Berkat perubahan persyaratan masuk yang dikeluarkan Brasil, warga Jepang kini dapat masuk tanpa visa, Jepang menempati daftar teratas dengan akses ke 191 negara  bebas visa, pada tahun 2020.

Singapura menempati tempat kedua, sementara Jerman dan Korea Selatan berbarengan menempati posisi ketiga dengan akses ke 189 negara.

Statista melaporkan pemilik paspor Prancis, Jerman, Finlandia, Luxembourg, dan Italia, semuanya dapat mengakses 188 negara tanpa visa yang telah diatur sebelumnya. UK dan AS sama-sama berada di posisi ke-tujuh dengan akses ke 185 negara.

Paspor yang memiliki akses bebas visa paling sedikit adalah Suriah dengan 29 negara, Irak dengan 28 negara. Negara paling sedikit aksesnya atau berada di posisi terendah adalah Afghanistan dengan akses hanya ke 26 negara tanpa visa.

Pandemi Covid-19 membuat kekuatan paspor relatif tidak berarti untuk sementara. Berdasarkan siaran pers dari Henley, hasil ini jelas didasarkan pada kondisi pra-Covid, atau sebelum dunia terkunci.

"Dengan 3,5 miliar orang, hampir setengah dari populasi global, saat ini hidup dalam kurungan sukarela atau wajib. Hasil terbaru menimbulkan pertanyaan yang menantang tentang apa arti sebenarnya kebebasan perjalanan dan mobilitas global, baik saat ini dan di masa depan pasca-pandemi yang sangat tidak pasti," ujar Henley dalam keterangan persnya dikutip di Forbes, Ahad (21/6).

Selama beberapa bulan terakhir, paspor yang kuat telah kehilangan maknanya. Ini karena warga negara tidak dapat bepergian akibat pembatasan kesehatan. Keputusan kuncian membuat banyak paspor menjadi kurang kuat, sama seperti banyak negara di bagian bawah daftar.

Dalam jangka panjang, keputusan ini juga dapat menyebabkan orang-orang pindah dari daerah di mana pandemi kurang dikelola dengan baik dengan penyediaan layanan kesehatan yang lebih buruk, menuju ke tempat-tempat yang merespons pandemi dengan cara yang lebih baik dengan layanan kesehatan dan transportasi yang lebih baik.

Keputusan Brexit juga dinilai masih belum sepenuhnya memengaruhi kekuatan paspor Inggris. Inggris saat ini berada di tempat ketujuh dengan akses ke 185 negara bebas visa.

Tetapi posisi ini masih  harus dikaji ulang setelah akhir gerakan bebas di Uni Eropa terjadi. Ditetapkan hal ini terjadi pada Januari 2021, tetapi negosiasi Brexit tertunda karena pandemi.

Adapun hasil studi ini mengambil data dari Otoritas Transportasi Udara Internasional (IATA) menggunakan 199 paspor berbeda dan 227 kemungkinan tujuan berbeda. Kemudian dilakukan referensi silang kemungkinan membutuhkan visa untuk setiap tempat yang berbeda dengan paspor yang berbeda.

Ada asumsi untuk penelitian ini, yakni paspor yang diteliti adalah 'normal', bukan paspor diplomatik. Pemegang paspor juga dinilai memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk masuk negara lain, misal ana yang cukup, vaksinasi terkini, tiket pulang, dan syarat lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement