Senin 08 Jun 2020 13:48 WIB

Tenaga Medis Harus Waspadai Penularan Silang Covid-19

Jatuhnya korban dari kalangan tenaga medis terjadi akibat ketidaklengkapan APD.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Reiny Dwinanda
Tenaga kesehatan mengenakan pakaian alat pelindung diri (APD) di Ruang Isolasi Infeksi Khusus (RIIK) untuk wabah Covid-19.
Foto: Abdan Syakura/Republika
Tenaga kesehatan mengenakan pakaian alat pelindung diri (APD) di Ruang Isolasi Infeksi Khusus (RIIK) untuk wabah Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng Mohammad Faqih mengingatkan, tenaga kesehatan wajib berhati-hati dan menerapkan protokol kesehatan dengan benar di masa pandemi Covid-19. Apalagi, sampai sekarang belum ada obat yang benar-benar bisa melawan penyakit akibat infeksi virus corona terbaru (SARS-Cov-2) ini.

"Tenaga kesehatan adalah profesi yang sangat rentan. Orang lain tidak berhubungan dengan pasien atau diminta untuk jaga jarak sosial, tenaga kesehatan malah mendekati, karena dia termasuk yang mengobati,” kata Daeng dalam webinar Together We Fight Covid-19 yang diprakarsai Betadine belum lama ini.

Baca Juga

Menurut Daeng, tenaga kesehatan harus ekstra waspada dan hati-hati dalam bertugas menangani pasien positif Covid-19. Mereka harus menghindari risiko infeksi silang.

Penularan silang, menurut Daeng, tak hanya menjadi risiko dari para tenaga kesehatan. Pasien-pasien di rumah sakit yang non-Covid-19 juga memiliki risiko terkena penularan silang.

Menurut pengamatan Daeng, penularan silang banyak terjadi, baik pada tenaga kesehatan maupun pasien non-Covid-19. Itu terjadi pada saat awal-awal munculnya Covid-19 di Indonesia.

Mengutip data dari China, Daeng mengatakan, empat persen dari jumlah kasus di awal pandemi adalah tenaga kesehatan yang tak bisa melakukan jaga jarak dan harus merawat pasien. Berbagai tindakan di rumah sakit memiliki risiko menimbulkan aerosol yang kemudian memungkinkan mudahnya terjangkit Covid-19.

Menurut Daeng, kejadian serupa sempat melanda Indonesia. Setelah diaudit secara cepat oleh IDI, sejawatnya yang meninggal itu memang kebanyakan di awal-awal karena kurang sadar dan kurang siap dengan alat pelindung diri (APD).

"Pada waktu itu, APD masih belum terlalu lengkap, kebiasaan-kebiasaan praktik juga mungkin belum berubah. Dari situ tertular oleh pasien, terutama yang tanpa gejala,” jelas dia.

Saat ini, menurut Daeng, pencegahan infeksi telah dilakukan dengan baik. Kelengkapan APD pun saat ini bisa disiapkan dengan baik.

“Namun demikian, kita tidak boleh lengah. Hal ini harus dijaga. Sebab jika tidak maka morbiditas dan mortalitas akan terus bertambah,” kata Daeng.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement